Qc story
QC story
merupakan prosedur untuk pemecahan masalah kualitas.
Masalah merupakan hasil yang tak sesuai dengan yang diharapkan dari suatu aktivitas pekerjaan.
Penyelesaian dari sebuah masalah yaitu dengan melakukan perbaikan ke tingkat yang disepakati.
Countermeasure dilakukan untuk mencegah masalah yang sama supaya tidak berulang lagi.
Prosedur ini adalah sejenis cerita dari kegiatan pengendalian kualitas (QC) sehingga disebut “QC Story”
Sebuah masalah dapat dipecahkan melalui tujuh langkah :
1. Masalah : Identifikasi masalah
2. Observasi Masalah: Mengenali jenis masalah.
3. Analisa Masalah : Menemukan penyebab utama.
4. Tindakan : Tindakan untuk menghilangkan penyebab.
QC Story
5. Memeriksa Hasil / Check : Mengkonfirmasi keefektifan tindakan.
6. Standarisasi : Menghilangkan penyebab masalah secara permanent.
7. Rencana Selanjutnya : Review improvement yg sudah dilakukan & merencanakan tindakan improvement berikutnya.
Masalah
Aktivitas :
1. Tunjukkan bahwa masalah yang ditangani merupakan yang terbesar dibanding masalah yang lain.
2. Tunjukkan apa yang menjadi latar belakang masalah.
3. Menyatakan kerugian-kerugian “ biaya” yang diakibatkan hasil yg buruk ini & menunjukkan berapa banyak yang harus diperbaiki.
4. Menetapkan topik dan target.
5. Menunjuk pic yang bertanggung jawab, apabila tim maka tunjuk anggota dan leadernya.
6. Memperkirakan budget untuk improvement.
7. Membuat schedule untuk improvement.
Observasi Masalah
Aktivitas :
1. Menyelidiki masalah (when, where, what / tipe dan symtoms / gejala)
2. Mengamati dari berbagai sudut pandang untuk melihat variasi hasil.
3. Meninjau lokasi masalah dan mengumpulkan informasi yang diperlukan yang tidak didapat dari data tertulis.
Masalah merupakan hasil yang tak sesuai dengan yang diharapkan dari suatu aktivitas pekerjaan.
Penyelesaian dari sebuah masalah yaitu dengan melakukan perbaikan ke tingkat yang disepakati.
Countermeasure dilakukan untuk mencegah masalah yang sama supaya tidak berulang lagi.
Prosedur ini adalah sejenis cerita dari kegiatan pengendalian kualitas (QC) sehingga disebut “QC Story”
Sebuah masalah dapat dipecahkan melalui tujuh langkah :
1. Masalah : Identifikasi masalah
2. Observasi Masalah: Mengenali jenis masalah.
3. Analisa Masalah : Menemukan penyebab utama.
4. Tindakan : Tindakan untuk menghilangkan penyebab.
QC Story
5. Memeriksa Hasil / Check : Mengkonfirmasi keefektifan tindakan.
6. Standarisasi : Menghilangkan penyebab masalah secara permanent.
7. Rencana Selanjutnya : Review improvement yg sudah dilakukan & merencanakan tindakan improvement berikutnya.
Masalah
Aktivitas :
1. Tunjukkan bahwa masalah yang ditangani merupakan yang terbesar dibanding masalah yang lain.
2. Tunjukkan apa yang menjadi latar belakang masalah.
3. Menyatakan kerugian-kerugian “ biaya” yang diakibatkan hasil yg buruk ini & menunjukkan berapa banyak yang harus diperbaiki.
4. Menetapkan topik dan target.
5. Menunjuk pic yang bertanggung jawab, apabila tim maka tunjuk anggota dan leadernya.
6. Memperkirakan budget untuk improvement.
7. Membuat schedule untuk improvement.
Observasi Masalah
Aktivitas :
1. Menyelidiki masalah (when, where, what / tipe dan symtoms / gejala)
2. Mengamati dari berbagai sudut pandang untuk melihat variasi hasil.
3. Meninjau lokasi masalah dan mengumpulkan informasi yang diperlukan yang tidak didapat dari data tertulis.
Analisa Masalah
Aktivitas :
1. Set up hipotesa (pilih calon penyebab utamanya).
a. Buatlah cause & effect diagram.
b. Gunakan informasi yang didapat dari pengamatan lapangan dan hilangkan beberapa element yang jelas-jelas tidak relevan. Revisi cause & effect diagram.
c. Tandai unsur-unsur yang mempunyai kemungkinan menjadi penyebab utama.
2. Uji hipotesa :
a. Dari unsur-unsur yang mempunyai kemungkinan besar menjadi penyebab utama, buatlah rencana untuk memastikannya dengan mendapatkan data-data baru maupun dengan melakukan percobaan.
b. Menggabungkan seluruh informasi yang sudah diperoleh dan memutuskan penyebab utamanya.
c. Jika memungkinkan, lakukan produksi ulang part yang bermasalah tersebut.
Tindakan
Aktivitas :
1. Bedakan antara tindakan pengatasan masalah sementara dan tindakan untuk menghilangkan akar permasalahan permanent (pencegahan masalah).
2. Pastikan bahwa tindakan yang diambil tidak menimbulkan efek samping. Apabila tidak memungkinkan, maka rencanakan tindakan untuk mengatasi efek samping tersebut.
3. Merencanakan beberapa proposal untuk alternatif tindakan, buat masing-masing keuntungan dan kerugiannya dan pilihlah yang semua pihak bisa menerimanya.
Memeriksa Hasil / Check
Aktivitas :
1. Dalam format yang sama (tabel, grafik, diagram) bandingkan data sebelum dan setelah improvement.
2. Konversikan hasilnya dalam bentuk “biaya” yang dihemat dan bandingkan terhadap target nilai.
3. Buatlah daftar efek samping yang ditimbulkan, yang baik maupun yang buruk.
Standarisasi
Aktivitas :
1. 5 W’s dan 1 H (who, when, where, what, why & how) untuk improvement harus jelas teridentifikasi dan dijadikan standar.
2. Persiapan-persiapan yg diperlukan & komunikasi dg bagian terkait dibutuhkan untuk memperkenalkan standar baru ini dengan benar.
Standarisasi
3. Pendidikan dan pelatihan ke pic yang terkait harus diimplementasikan.
4. Set-up pic yang bertanggungawab agar standarisasi dapat dilaksanakan seterusnya sehingga masalah tidak berulang lagi.
Rencana Selanjutnya
Aktivitas :
1. Lihat masalah-masalah yang masih tersisa.
2. Rencanakan tindakan yg harus dikerjakan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut.
3. Review kelebihan dan kekurangan dari aktivitas improvement yang sudah dilakukan, untuk dijadikan pertimbangan kegiatan QC story berikutnya.
Aktivitas :
1. Set up hipotesa (pilih calon penyebab utamanya).
a. Buatlah cause & effect diagram.
b. Gunakan informasi yang didapat dari pengamatan lapangan dan hilangkan beberapa element yang jelas-jelas tidak relevan. Revisi cause & effect diagram.
c. Tandai unsur-unsur yang mempunyai kemungkinan menjadi penyebab utama.
2. Uji hipotesa :
a. Dari unsur-unsur yang mempunyai kemungkinan besar menjadi penyebab utama, buatlah rencana untuk memastikannya dengan mendapatkan data-data baru maupun dengan melakukan percobaan.
b. Menggabungkan seluruh informasi yang sudah diperoleh dan memutuskan penyebab utamanya.
c. Jika memungkinkan, lakukan produksi ulang part yang bermasalah tersebut.
Tindakan
Aktivitas :
1. Bedakan antara tindakan pengatasan masalah sementara dan tindakan untuk menghilangkan akar permasalahan permanent (pencegahan masalah).
2. Pastikan bahwa tindakan yang diambil tidak menimbulkan efek samping. Apabila tidak memungkinkan, maka rencanakan tindakan untuk mengatasi efek samping tersebut.
3. Merencanakan beberapa proposal untuk alternatif tindakan, buat masing-masing keuntungan dan kerugiannya dan pilihlah yang semua pihak bisa menerimanya.
Memeriksa Hasil / Check
Aktivitas :
1. Dalam format yang sama (tabel, grafik, diagram) bandingkan data sebelum dan setelah improvement.
2. Konversikan hasilnya dalam bentuk “biaya” yang dihemat dan bandingkan terhadap target nilai.
3. Buatlah daftar efek samping yang ditimbulkan, yang baik maupun yang buruk.
Standarisasi
Aktivitas :
1. 5 W’s dan 1 H (who, when, where, what, why & how) untuk improvement harus jelas teridentifikasi dan dijadikan standar.
2. Persiapan-persiapan yg diperlukan & komunikasi dg bagian terkait dibutuhkan untuk memperkenalkan standar baru ini dengan benar.
Standarisasi
3. Pendidikan dan pelatihan ke pic yang terkait harus diimplementasikan.
4. Set-up pic yang bertanggungawab agar standarisasi dapat dilaksanakan seterusnya sehingga masalah tidak berulang lagi.
Rencana Selanjutnya
Aktivitas :
1. Lihat masalah-masalah yang masih tersisa.
2. Rencanakan tindakan yg harus dikerjakan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut.
3. Review kelebihan dan kekurangan dari aktivitas improvement yang sudah dilakukan, untuk dijadikan pertimbangan kegiatan QC story berikutnya.
INSPEKSI
Inspeksi :
adalah suatu kegiatan penilaian terhadap suatu produk, apakah produk itu baik
atau rusak ataupun untuk penentuan apakah suatu lot dapat diterima atau tidak
berdasarkan metode & standard yang sudah ditentukan.
Dengan kata lain inspeksi adalah kegiatan operasional untuk memeriksa material atau part yang diperlukan oleh proses produksi untuk dapat memenuhi spesifikasi pada proses berikutnya atau memenuhi spesifikasi pelanggan sebelum produk tersebut dikirim.
Inpeksi mencakup pengukuran material, part-part atau produk jadi dengan methode tertentu dan membandingkan hasilnya dengan standard (drawing, JIS dsb) untuk penentuan keberterimaannya.
Pengukuran yang dimaksudkan disini, tidak hanya bersifat dimensional (vernier caliper, micrometer, dsb) ataupun pengujian properties (hardness serta komposisi kimia) tetapi juga sensory (noise check , visual check : noda dan crack)
Testing / Pengujian adalah pelaksanaan pengecheckan berbagai sifat properties dan karakteristik produk seperti pengukuran dimensinya, kekuatan material dan komposisinya.
Inspeksi / Pemeriksaan adalah pelaksanaan penilaian apakah produk dapat diterima atau tidak dengan membandingkannya terhadap Standard Penilaian.
Inspeksi merupakan bagian yang penting bagian yang penting dari Quality Control / Pengendalian Mutu & kegiatan jaminan kualitas.
Fungsi Inspeksi / Pemeriksaan :
1. Fungsi Assurance :
Maksudnya adalah kegiatan pemeriksaan tiap-tiap part / lot dan membandingkan hasilnya dengan Judgement Standard untuk penentuan keberterimaan part / lot tersebut sebelum pengiriman selanjutnya.
Fungsi Assurance ini akan berhasil dengan baik apabila ada : methode, sistem, standard & judgement inspeksi, keakurasian peralatan inspeksi, training dan pendidikan inspector yang baik serta adanya kriteria yang jelas terhadap penanganan part/lot yang diperiksa.
2. Fungsi Preventive :
Inspeksi yang ketat dapat mendeteksi ketidaksesuaian part / NG dan memisahkannya dari part yang sesuai / OK, tetapi tetap saja tidak dapat mencegah ketidaksesuaian part tersebut untuk tetap diproduksi.
Untuk menghilangkan ketidaksesuaian part, adalah diperlukan untuk mengontrol proses produksi dan menentukan penyebabnya serta mengambil tindakan corrective yang diperlukan.
Ungkapan “Quality is Build in Process ” :
Ketika ditemukan ketidaksesuaian produk, berdasarkan data seharusnya langsung diberikan feedback pada proses terkait sehingga ketidaksesuaian produk tidak terus diproduksi.
Hal ini dinamakan fungsi Preventive yang merupakan fungsi yang paling diperlukan dalam Quality Control namun seringkali kurang dimanfaatkan.
Untuk optimalisasi fungsi preventive ini, maka bagian inspeksi seharusnya secara rutin memberikan data feedback dari part yang diperiksa dari kegiatan Quality Control kepada bagian terkait mis : desain, engineering dan produksi, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah
Supaya data feedback bisa efektif, methode pengumpulan data dan prosedur feedback dari bagian inspeksi terhadap bagian desain, engineering dan produksi perlu diatur lebih rinci. (mis ; Instruksi kerja, SOP, Prosedure ISO dsb)
Inspeksi & Quality Control :
Sebagaimana diungkapkan “ Quality is Built in Process” , kualitas tidak bisa hanya diperoleh dengan melakukan proses inspeksi.
Tujuan dari pemeriksaan dalam Quality control mulai dari material mentah, blanks sampai pengiriman adalah memastikan bahwa kualitas dibangun dalam tiap proses dan tidak hanya men “sortir” part kedalam OK atau NG dan menjamin part NG tidak terus diproduksi.
Banyak hal yang masih kurang sampai sekarang adalah pemeriksaan dibuat hanya untuk penyaringan part yang NG dari part yang OK.
Dengan kata lain inspeksi adalah kegiatan operasional untuk memeriksa material atau part yang diperlukan oleh proses produksi untuk dapat memenuhi spesifikasi pada proses berikutnya atau memenuhi spesifikasi pelanggan sebelum produk tersebut dikirim.
Inpeksi mencakup pengukuran material, part-part atau produk jadi dengan methode tertentu dan membandingkan hasilnya dengan standard (drawing, JIS dsb) untuk penentuan keberterimaannya.
Pengukuran yang dimaksudkan disini, tidak hanya bersifat dimensional (vernier caliper, micrometer, dsb) ataupun pengujian properties (hardness serta komposisi kimia) tetapi juga sensory (noise check , visual check : noda dan crack)
Testing / Pengujian adalah pelaksanaan pengecheckan berbagai sifat properties dan karakteristik produk seperti pengukuran dimensinya, kekuatan material dan komposisinya.
Inspeksi / Pemeriksaan adalah pelaksanaan penilaian apakah produk dapat diterima atau tidak dengan membandingkannya terhadap Standard Penilaian.
Inspeksi merupakan bagian yang penting bagian yang penting dari Quality Control / Pengendalian Mutu & kegiatan jaminan kualitas.
Fungsi Inspeksi / Pemeriksaan :
1. Fungsi Assurance :
Maksudnya adalah kegiatan pemeriksaan tiap-tiap part / lot dan membandingkan hasilnya dengan Judgement Standard untuk penentuan keberterimaan part / lot tersebut sebelum pengiriman selanjutnya.
Fungsi Assurance ini akan berhasil dengan baik apabila ada : methode, sistem, standard & judgement inspeksi, keakurasian peralatan inspeksi, training dan pendidikan inspector yang baik serta adanya kriteria yang jelas terhadap penanganan part/lot yang diperiksa.
2. Fungsi Preventive :
Inspeksi yang ketat dapat mendeteksi ketidaksesuaian part / NG dan memisahkannya dari part yang sesuai / OK, tetapi tetap saja tidak dapat mencegah ketidaksesuaian part tersebut untuk tetap diproduksi.
Untuk menghilangkan ketidaksesuaian part, adalah diperlukan untuk mengontrol proses produksi dan menentukan penyebabnya serta mengambil tindakan corrective yang diperlukan.
Ungkapan “Quality is Build in Process ” :
Ketika ditemukan ketidaksesuaian produk, berdasarkan data seharusnya langsung diberikan feedback pada proses terkait sehingga ketidaksesuaian produk tidak terus diproduksi.
Hal ini dinamakan fungsi Preventive yang merupakan fungsi yang paling diperlukan dalam Quality Control namun seringkali kurang dimanfaatkan.
Untuk optimalisasi fungsi preventive ini, maka bagian inspeksi seharusnya secara rutin memberikan data feedback dari part yang diperiksa dari kegiatan Quality Control kepada bagian terkait mis : desain, engineering dan produksi, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah
Supaya data feedback bisa efektif, methode pengumpulan data dan prosedur feedback dari bagian inspeksi terhadap bagian desain, engineering dan produksi perlu diatur lebih rinci. (mis ; Instruksi kerja, SOP, Prosedure ISO dsb)
Inspeksi & Quality Control :
Sebagaimana diungkapkan “ Quality is Built in Process” , kualitas tidak bisa hanya diperoleh dengan melakukan proses inspeksi.
Tujuan dari pemeriksaan dalam Quality control mulai dari material mentah, blanks sampai pengiriman adalah memastikan bahwa kualitas dibangun dalam tiap proses dan tidak hanya men “sortir” part kedalam OK atau NG dan menjamin part NG tidak terus diproduksi.
Banyak hal yang masih kurang sampai sekarang adalah pemeriksaan dibuat hanya untuk penyaringan part yang NG dari part yang OK.
Adalah sama-sama pentingnya
untuk tetap melaksanakan pemeriksaan sampling dan juga memastikan bahwa
“Kualitas“ telah dibangun di setiap proses produksi. Yaitu dengan cara
melakukan kontrol proses produksi dengan menggunakan Bagan Kendali / Control
Chart dll dan berdasarkan analisa data yang diperoleh, memastikan bahwa part NG
tidak akan terus diproduksi.
Untuk mencapai hal ini , “ analisa capability proses, control limit proses, daily quality inspection, effective corrective action dan berbagai aktivitas lainnya diperlukan sehingga penyebab dari ketidaknormalan proses produksi dapat dideteksi dan diambil langkah-langkah pengatasannya.
Kemudian, tindakan-tindakan yang diperlukan dilakukan untuk mencegah ketidaksesuaian produk yang berulang sehingga didapat kestabilan proses dan menjadikan produk memiliki kevariasian yang sesedikit mungkin.
Tipe Inspeksi :
Klasifikasi berdasarkan Methode Inspeksi :
Secara umum terbagi 3 methode inspeksi yaitu Total Inspeksi, Sampling Inspeksi, dan Periodik Inspeksi.
1.Total Inspeksi :
Adalah dimana methode inspeksi yang dilakukan dengan cara mengukur / menguji seluruh part / produk produksi untuk dapat memutuskan apakah part / produk tersebut bisa diterima atau tidak.
2. Sampling Inspeksi
Adalah methode inspeksi yang dilakukan dengan cara mengambil secara acak part / produk dari sebuah lot dan mengukur / menguji untuk penentuan apakah sebuah lot tersebut dapat diterima atau tidak.
3. Periodik Inspeksi :
Adalah methode inspeksi yang dilakukan dengan cara mengambil sebagian kecil dari sample dan memeriksa keberterimaannya dari suatu proses produksi per periodik waktu yang telah ditentukan.
Hal ini biasanya diterapkan pada saat awal produksi, pada saat setting mesin atau dilakukan rutin per waktu check (misal tiap 2 jam)
2. Klasifikasi dengan Tujuan :
1. Penerimaan Inspeksi
Adalah inspeksi yang dilaksanakan saat penerimaan part / material dari supplier sebelum masuk ke gudang penyimpanan. Sebagai contoh adalah pelaksanaan incoming inspeksi untuk material cat, alumunium ingot dari supplier.
2. Proses Inspeksi
Adalah inspeksi yang dilakukan saat part sedang diproses produksi, mulai dari satu proses ke proses lain dalam proses manufaktur yang berurutan (ban berjalan / konveyor). Misalnya pelaksanaan middle inspection di line assembling unit motor.
3. Outgoing Inspeksi
Adalah inspeksi yang dilakukan pada bagian final / akhir dari proses produksi untuk menjamin kualitas dari produk yang dihasilkan sebelum pengiriman.
Misalnya pelaksanaan final inspection unit motor di line assembling. (pemberian tag OK unit , bagi motor yang lolos pengecheckan final)
3. Klasifikasi oleh Properties
1. Destructive Inspeksi :
Adalah inspeksi yang dilakukan dengan cara desctructive / merusak part atau produk. Misalnya test penetrasi pada welding, test tarik pada material dsb
2. Non Destructive Test Inspeksi
Adalah inspeksi yang tidak mengakibatkan part/produk menjadi rusak. Misalnya Ultrasonic inspection, x-ray inspection
Inspeksi Sensory :
Adalah Inspeksi Kualitas yang dilakukan dengan menggunakan indera manusia, dikarenakan belum adanya instrumentasi yang cukup mewadahi dibandingkan dengan kemampuan inderawi manusia.
Yang termasuk inspeksi sensory ini meliputi : visual, aural / pendengaran, tactile / touch / persentuhan, olfactory / smell / penciuman dan taste / rasa.
Visual : misalnya inspeksi appearance, color matching.
Aural : misalnya engine noise, gear shift feeling.
Tactile : misalnya kekerasan seat double pada unit motor.
Smell : misalnya inspeksi bau pada tembakau, rokok,
Taste : misalnya inspeksi rasa pada teh, kopi .
Akhir akhir ini seiring perkembangan teknik instrumentasi, berbagai karakteristik kualitas menjadi dapat terukur, tetapi tetap saja tersisa beberapa karakteristik yang evaluasinya masih mengandalkan indera manusia.
Beberapa kelebihan Inspeksi Sensory :
1. Beberapa keputusan/judgement hanya dapat dibuat oleh indra manusia.
2. Inspeksi sensor lebih cepat dibanding dengan instrument.
3. Tidak memerlukan investasi untuk peralatan.
Beberapa kelemahan Inspeksi Sensor :
1. Properties atau karakteristik yang sama dapat dinilai berbeda oleh orang yang beda.
2. Orang yang sama dapat secara berbeda menilai properties atau karakteristik yang sama bahkan pada kondisi yang terkontrol.
3. Data secara quantitative sulit didapat.
4. Evaluasi yang salah dapat dibuat dengan. kesengajaan.
Untuk menanggulangi kelemahan Inspeksi Sensory ini diantaranya termasuk penetapan Limit Sampe OK/NG atau Go/No Go untuk meminimumkan variasi dari evaluator.
Training inspektor dilakukan untuk meminimumkan variasi diantara inspektor ke inspektor.
Adalah juga penting untuk mengontrol lingkungan (mis: penerangan berapa luxmeter dsb) dari proses inspeksi tsb dilaksanakan.
Data output dari Inspeksi Sensor bisa juga dapat dinyatakan secara quantitative sehingga evaluasi bisa dibuat lebih terukur dan jelas. Untuk tujuan ini, data dibuat se rasional mungkin.
Data Sensor Inspeksi yang di Quantitive kan :
Ketika Inspeksi Sensory membutuhkan “levelling judgement”, maka kriteria penetapan standard dibuat. Untuk tahap awal level “acceptable” adalah rate 5 point, dan hal ini membutuhkan improve untuk bisa mencapai point 8.
Pemeriksaan yang mengukur part / produk dan membandingkan apakah tiap part / produk maupun lot dapat diterima atau tidak merupakan bagian penting dalam kegiatan Quality Control.
Tetapi, pemeriksaan sendiri sebenarnya tidak meningkatkan kualitas dan tidak memberikan nilai tambah bagi part itu sendiri.
Seharusnya “Kualitas” itu bisa benar benar nyata terbentuk dalam setiap proses (“Quality Built in Proses”) untuk bisa menjamin kualitas produk dan proses tetap stabil.
Bahkan untuk kemungkinan dihilangkannya proses “inspeksi penerimaan” , dan menggantikannya dengan cara “pengecheckan dan monitoring proses control di supplier” yang mesti terjaga.
Tujuan akhir dari Produk Quality Control adalah untuk menghilangkan perlunya pemeriksaan.
Usaha-usaha yang dilakukan bukan hanya dibuat untuk mengubah dari pemeriksaan untuk menemukan ketidaksesuaian produk menjadi pemeriksaan untuk mencegah produksi part NG dan konsekuensinya menghilangkan pemeriksaan itu sendiri.
Untuk mencapai hal ini , “ analisa capability proses, control limit proses, daily quality inspection, effective corrective action dan berbagai aktivitas lainnya diperlukan sehingga penyebab dari ketidaknormalan proses produksi dapat dideteksi dan diambil langkah-langkah pengatasannya.
Kemudian, tindakan-tindakan yang diperlukan dilakukan untuk mencegah ketidaksesuaian produk yang berulang sehingga didapat kestabilan proses dan menjadikan produk memiliki kevariasian yang sesedikit mungkin.
Tipe Inspeksi :
Klasifikasi berdasarkan Methode Inspeksi :
Secara umum terbagi 3 methode inspeksi yaitu Total Inspeksi, Sampling Inspeksi, dan Periodik Inspeksi.
1.Total Inspeksi :
Adalah dimana methode inspeksi yang dilakukan dengan cara mengukur / menguji seluruh part / produk produksi untuk dapat memutuskan apakah part / produk tersebut bisa diterima atau tidak.
2. Sampling Inspeksi
Adalah methode inspeksi yang dilakukan dengan cara mengambil secara acak part / produk dari sebuah lot dan mengukur / menguji untuk penentuan apakah sebuah lot tersebut dapat diterima atau tidak.
3. Periodik Inspeksi :
Adalah methode inspeksi yang dilakukan dengan cara mengambil sebagian kecil dari sample dan memeriksa keberterimaannya dari suatu proses produksi per periodik waktu yang telah ditentukan.
Hal ini biasanya diterapkan pada saat awal produksi, pada saat setting mesin atau dilakukan rutin per waktu check (misal tiap 2 jam)
2. Klasifikasi dengan Tujuan :
1. Penerimaan Inspeksi
Adalah inspeksi yang dilaksanakan saat penerimaan part / material dari supplier sebelum masuk ke gudang penyimpanan. Sebagai contoh adalah pelaksanaan incoming inspeksi untuk material cat, alumunium ingot dari supplier.
2. Proses Inspeksi
Adalah inspeksi yang dilakukan saat part sedang diproses produksi, mulai dari satu proses ke proses lain dalam proses manufaktur yang berurutan (ban berjalan / konveyor). Misalnya pelaksanaan middle inspection di line assembling unit motor.
3. Outgoing Inspeksi
Adalah inspeksi yang dilakukan pada bagian final / akhir dari proses produksi untuk menjamin kualitas dari produk yang dihasilkan sebelum pengiriman.
Misalnya pelaksanaan final inspection unit motor di line assembling. (pemberian tag OK unit , bagi motor yang lolos pengecheckan final)
3. Klasifikasi oleh Properties
1. Destructive Inspeksi :
Adalah inspeksi yang dilakukan dengan cara desctructive / merusak part atau produk. Misalnya test penetrasi pada welding, test tarik pada material dsb
2. Non Destructive Test Inspeksi
Adalah inspeksi yang tidak mengakibatkan part/produk menjadi rusak. Misalnya Ultrasonic inspection, x-ray inspection
Inspeksi Sensory :
Adalah Inspeksi Kualitas yang dilakukan dengan menggunakan indera manusia, dikarenakan belum adanya instrumentasi yang cukup mewadahi dibandingkan dengan kemampuan inderawi manusia.
Yang termasuk inspeksi sensory ini meliputi : visual, aural / pendengaran, tactile / touch / persentuhan, olfactory / smell / penciuman dan taste / rasa.
Visual : misalnya inspeksi appearance, color matching.
Aural : misalnya engine noise, gear shift feeling.
Tactile : misalnya kekerasan seat double pada unit motor.
Smell : misalnya inspeksi bau pada tembakau, rokok,
Taste : misalnya inspeksi rasa pada teh, kopi .
Akhir akhir ini seiring perkembangan teknik instrumentasi, berbagai karakteristik kualitas menjadi dapat terukur, tetapi tetap saja tersisa beberapa karakteristik yang evaluasinya masih mengandalkan indera manusia.
Beberapa kelebihan Inspeksi Sensory :
1. Beberapa keputusan/judgement hanya dapat dibuat oleh indra manusia.
2. Inspeksi sensor lebih cepat dibanding dengan instrument.
3. Tidak memerlukan investasi untuk peralatan.
Beberapa kelemahan Inspeksi Sensor :
1. Properties atau karakteristik yang sama dapat dinilai berbeda oleh orang yang beda.
2. Orang yang sama dapat secara berbeda menilai properties atau karakteristik yang sama bahkan pada kondisi yang terkontrol.
3. Data secara quantitative sulit didapat.
4. Evaluasi yang salah dapat dibuat dengan. kesengajaan.
Untuk menanggulangi kelemahan Inspeksi Sensory ini diantaranya termasuk penetapan Limit Sampe OK/NG atau Go/No Go untuk meminimumkan variasi dari evaluator.
Training inspektor dilakukan untuk meminimumkan variasi diantara inspektor ke inspektor.
Adalah juga penting untuk mengontrol lingkungan (mis: penerangan berapa luxmeter dsb) dari proses inspeksi tsb dilaksanakan.
Data output dari Inspeksi Sensor bisa juga dapat dinyatakan secara quantitative sehingga evaluasi bisa dibuat lebih terukur dan jelas. Untuk tujuan ini, data dibuat se rasional mungkin.
Data Sensor Inspeksi yang di Quantitive kan :
Ketika Inspeksi Sensory membutuhkan “levelling judgement”, maka kriteria penetapan standard dibuat. Untuk tahap awal level “acceptable” adalah rate 5 point, dan hal ini membutuhkan improve untuk bisa mencapai point 8.
Pemeriksaan yang mengukur part / produk dan membandingkan apakah tiap part / produk maupun lot dapat diterima atau tidak merupakan bagian penting dalam kegiatan Quality Control.
Tetapi, pemeriksaan sendiri sebenarnya tidak meningkatkan kualitas dan tidak memberikan nilai tambah bagi part itu sendiri.
Seharusnya “Kualitas” itu bisa benar benar nyata terbentuk dalam setiap proses (“Quality Built in Proses”) untuk bisa menjamin kualitas produk dan proses tetap stabil.
Bahkan untuk kemungkinan dihilangkannya proses “inspeksi penerimaan” , dan menggantikannya dengan cara “pengecheckan dan monitoring proses control di supplier” yang mesti terjaga.
Tujuan akhir dari Produk Quality Control adalah untuk menghilangkan perlunya pemeriksaan.
Usaha-usaha yang dilakukan bukan hanya dibuat untuk mengubah dari pemeriksaan untuk menemukan ketidaksesuaian produk menjadi pemeriksaan untuk mencegah produksi part NG dan konsekuensinya menghilangkan pemeriksaan itu sendiri.
SAMPLING
Methode Sampling
Ada dua cara mengumpulkan data :
1. Sensus yaitu mengumpulkan data dengan cara mencatat semua elemen yang diselidiki, jadi menyelidiki semua obyek, gejala, kejadian atau peristiwa.
Misalnya seluruh motor yang dihasilkan Pt X, atau seluruh motor yang ada di dealer. Sehingga hasil sensus menggambarkan nilai karakteristik sesungguhnya. Kumpulan seluruh elemen itu dinamakan populasi.
2. Sampling : teknik mengumpulkan data dengan cara mengamati sebagian dari obyek, gejala atau peristiwa.
Sebagian individu yang diamati tersebut disebut sampel. Sehingga hasil pengamatan yang diperoleh berupa nilai karakteristik perkiraan, yaitu perkiraan tentang keadaan populasi.
Cara sensus meskipun memberikan data yang sebenarnya, dan hasil keputusan yang tepat tetapi memakan biaya, waktu, tenaga.
Cara sampling akan menghemat waktu, tenaga , biaya namun perlu diperhatikan teknik pengambilan samplingnya sehingga bisa menggambarkan keadaan sesungguhnya dari populasi (tidak bias).
Teknik Pengambilan Sampling :
A. Probability Sampling Random : pengambilan sampling yang mengikuti teori probabilitas, sehingga bisa lebih menggambarkan kondisi populasi.
Terbagi atas :
A.1. Simple Random Sampling :
Simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak sehingga setiap kasus atau elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian.
Apabila jumlah populasi sedikit bisa dilakukan dengan cara mengundi tapi apabila jumlah populasi besar dengan menggunakan Tabel Random Number atau lebih praktis lagi lewat bantuan software online http://www.randomizer.org/form.htm
Teknik ini memiliki tingkat keacakan yang sangat tinggi, sehingga sangat efisien digunakan untuk mengukur karakter populasi yang memiliki sifat homogenitas tinggi.
Sedangkan untuk populasi yang bersifat heterogen, penggunaan teknik ini justru dapat menimbulkan bias.
Dengan software online, http://www.randomizer.org/form.htm
dengan cara mengisi sebagai berikut :
How many sets of numbers do you want to generate? Isi 1
How many numbers per set ? Isi 5
Number range (e.g., 1-50) : Isi from 1 to 50
Do you wish each number in a set to remain unique? Pilih Yes
Do you wish to sort the numbers that are generated? Pilih No
How do you wish to view your random numbers? Pilih Place Marker Off
Klik Randomize Now !
A.2. Sistematik Sampling
Yaitu dengan melakukan pengambilan sample secara sistematis berdasarkan interval yang telah ditetapkan.
Mis. untuk memilih 7 sampel dari populasi yang berisi 100, yaitu dengan menetapkan interval mis k = 15 lalu pilih secara random nilai pertama mis 10, maka nilai kedua adalah 10 + 15 = 25 dst sesuai interval sehingga sample yang didapat 10,15,40,55,70,80,95
Pada populasi dengan elemen yang terorganisir membentuk pola atau siklus, sistematik sampling justru menimbulkan bias.
Prosedur sistematik sampling adalah sebagai berikut :
1. Menyusun sampling frame yaitu daftar elemen yang akan diamati.
2. Menetapkan sampling interval (k) dengan menggunakan rumus N/n; dimana N adalah jumlah elemen dalam populasi dan n adalah jumlah sampel yang diperlukan.
3. Memilih sampel pertama (s1)secara random dari sampling frame.
4. Memilih sampel kedua (S2), yaitu S1 + k. selanjutnya, peneliti memilih sampel sampai diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan dengan menambah nilai interval (k) pada setiap sampel sebelumnya.
Sistematik Sampling & Control Chart :
Methode ini paling efektif digunakan untuk troubleshooting dan biasanya digunakan untuk membentuk subgroups dari sebuah control chart.
Sering disebut juga sebagai Consecutive Sampling
A.3. Stratifikasi Sampling :
Yaitu dengan melakukan stratifikasi populasi kedalam sub populasi atau strata yang mempunyai pembobotan (%) yang sama.
Misal survey untuk 100 orang pembaca tabloid “x”, maka apabila diketahui 100 orang pembaca tersebut terdiri atas 60 orang pria & 40 wanita maka apabila sample diambil untuk 10 orang maka sample terdiri atas 6 pria & 4 wanita.
A.4. Cluster Sampling (Sampel Random Berkelompok) yaitu dengan membagi populasi sebagai cluster-cluster kecil, lalu pengamatan dilakukan pada sampel cluster yang dipilih secara random.
Methode ini biasanya digunakan pada survey yang menggunaan peta area (geografi), misalnya survey perumahan di perkotaan. Area kota dibagi kedalam blok-blok, kemudian secara random dipilih blok-blok sebagai sampel pengamatan.
Quick Count biasanya menggunakan perpaduan Cluster & Stratifikasi Sampling dalam methodenya
Cluster sampling ini digunakan ketika elemen dari populasi secara geografis tersebar luas.
Keuntungan penggunaan teknik ini adalah menjadikan proses sampling lebih murah dan cepat daripada jika digunakan teknik simple random sampling. Akan tetapi, hasil dari cluster sampling ini pada umumnya kurang akurat dibandingkan simple random sampling
B. Non Probability Sampling
Perbedaan antara nonprobability dan probability sampling adalah bahwa nonprobability sampling memilih unit sampel secara tidak acak.
Hal ini berarti nonprobability sampling tidak bergantung pada teori probabilitas.
Dengan nonprobability sampling, kemungkinan besar tidak bisa mewakili sifat populasi secara baik.
Secara umum peneliti pada umumnya memakai methode probability dibanding non probability.
Namun demikian dalam riset sosial terdapat beberapa kondisi-kondisi yang tidak memungkinkan secara praktek atau secara teoritis untuk melakukan random sampling.
Oleh karena itu kemudian perlu digunakan alternatif metoda nonprobability seperti survey, jajak pendapat maupun opini.
Terdiri :
B.1. Accidental Sampling, apabila pengamatan sampel yang dilakukan tanpa sengaja, tanpa perencanaan terlebih dulu. Jumlah sample yang diambil seadanya saja, sehingga kesimpulan yang diambil bersifat kasar dan sementara.
Misalnya penelitian pemakaian merk kendaraan di Yogyakarta berdasarkan samel mobil yang diparkir di Malioboro, didapatkan kesimpulan 70 % memakai Toyota.
Purposive Sampling
B.2. Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai maksud tertentu. Informasi yang mendahului keadaan populasi sudah diketahui benar dan tidak perlu diragukan lagi (misal dari sensus ekonomi) dan pengamatan dilakukan hanya pada daerah tertentu “key area” misal daerah industri dengan tujuan mengetahui “key area” tersebut saja.
Purposive Sampling sering juga disebut Judgement Sampling, karena diasarkan pada pertimbangan pakar. Misalnya untuk masalah peningkatan ekonomi dengan mengambil pendapat pakar ekonomi dsb
B.3. Convenience Sampling : apabila pengambilan sample berdasarkan kesukaan / suka-suka / seenaknya menurut si peneliti. Misalnya dengan mengambil pengunjung yang baru keluar dari seminar, orang terdekat dsb
B.4. Snowball (bola salju) sampling ; apabila pengamatan sample didapat dari sejumlah responden yang kemudian mereka mengajak temannya untuk dijadikan sample dst sehingga jumlah sample semakin membesar seperti bola salju yang menggelinding. Misalnya sample pengamatan mengenai penolakan terhadap pasangan capres/cawapres tertentu “Say No To …” lewat media face book.
B.5. Kuota Sampling ; terjadi pada sampling stratifikasi bedanya disini sample pengamatan menetapkan kuota tertentu sejumlah yang diinginkan.Jika kuota telah telah ditentukan mulailah dilakukan penyelidikan, tentang siapa yang akan dijadikan responden, terserah tim pengumpul data.
Misalnya ; Untuk keperluan responden penghuni suatu apartemen ditetapkan kuota sebagai berikut :
15 orang warga negara asing
10 orang wni keturunan asing
30 orng wni asli
Apabila sudah memenuhi kuota, tak peduli apakah subyek yang diambil mewakili populasi atau tidak, bukan menjadi persoalan.
Sampling Penerimaan :
Sampling Penerimaan (Acceptance Sampling) adalah sampling yang digunakan untuk menentukan apakah suatu lot bisa diterima atau tidak, berdasarkan AQL (Acceptance Quality Level / Tingkat Penerimaan Kualitas).
Awalnya secara resmi dipakai di US Army melalui prosedur MIL-STD-105 D namun sudah pula dipakai secara luas didunia, dan bisa dipakai untuk data variabel maupun atribut.
Tiga pendekatan dalam memutuskan lot :
1.Menerima lot tanpa pemeriksaan ; digunakan apabila proses produksi supplier sangat baik, produk cacat hampir tidak ditemukan.
2.Pemeriksaan 100 % ; digunakan apabila proses produksi supplier tidak cukup memenuhi spesifikasi atau merupakan “kritikal part” dan apabila meloloskannya akan mengakibatkan biaya yang sangat besar.
3.Sampling penerimaan digunakan apabila :
a. Pengujian bersifat merusak.
b. Biaya dan waktu pemeriksaan 100 % sangat tinggi.
c. Adanya keperluan untuk pemantauan kualitas supplier.
Keunggulan Sampling Penerimaan :
a. Lebih murah dan cepat.
b. Resiko kerusakan part berkurang.
c. Manpower lebih sedikit.
d. Mengurangi kesalahan pemeriksaan.
e. Memberikan motivasi ke supplier untuk perbaikan proses secara menyeluruh.
Kerugian Sampling Penerimaan :
a. Beresiko menerima lot yang jelek dan menolak lot yang baik.
b. Informasi dari part / proses yang didapat lebih sedikit.
c. Memerlukan perencanaan dan dokumentasi tentang prosedur sampling penerimaan yang akan dijalankan.
Inspection Level / Tingkat Pengawasan ;
digunakan untuk menentukan berapa banyaknya contoh yang harus diambil dalam satu lot. Biasanya ditentukan oleh besar kecilnya biaya pengawasaan, kerusakan part karena pegujian, maupun lamanya waktu untuk pengawasan.
Terbagi atas 2 yaitu : spesial, umum.
1.Tingkat pengawasan spesial terbagi atas empat tingkat yaitu S-1, S-2, S-3, S-4 digunakan apabila biaya pengawasan cukup mahal karena adanya kerusakan part karena pengujian.
2.Tingkat pengawasan umum terbagi atas tiga tingkat yaitu I, II, III, dimana :
I : Untuk biaya pengawasan relatif tinggi.
II : Untuk kasus yang normal atau supplier baru.
III : Untuk biaya pengawasan murah & mudah.
Sifat Pengawasan :
Sifat Pengawasan ada tiga macam yaitu longgar, normal, ketat.
1.Sifat pengawasan longgar dipakai untuk supplier yang mempunyai sejarah kualitas yang baik yang tidak pernah atau sangat jarang melakukan kesalahan dan menjaga kualitas part yang dikirimkan.
2.Sifat pengawasan normal dipakai untuk awal kegiatan pemeriksaan, untuk supplier baru ataupun supplier yang mempunyai riwayat kualitas sedang.
3.Sifat pengawasan ketat dipakai untuk supplier yang mempunyai riwayat kualitas yang jelek.
Pemindahan sifat pengawasan bisa terjadi dari longgar ke normal dan sebaliknya, normal ke ketat dan sebaliknya mengikuti persyaratan yang telah ditentukan, terdiri atas 5 macam, yaitu :
1.Pengawasan normal menjadi longgar apabila :
a. Tidak terjadi penolakan selama 10 kali berturut-turut.
b. Keadaan penerimaan yang mantap (tidak ada masalah material, mesin dsb dari suppplier pada akhir-akhir ini).
c. Telah mendapat persetujuan pic dari bagian yang bertanggungjawab.
d. Total penolakan (10 lot terakhir) maksimal sesuai bilangan batas untuk pengurangan pemeriksaan. (Tabel)
2.Pengawasan longgar menjadi pengawasan normal apabila :
a. Terjadi 1 lot ditolak.
b. Produksi suplier tidak teratur, sering terjadi keterlambatan.
c. Hal khusus tertentu yang menuntut diadakannya pemeriksaan normal yang lebih dapat dipertanggungjawabkan.
d. Apabila cacat terletak antara angka ac (accepted) & re (rejected), maka lot diterima tetapi sifat pengawasan berubah dari longgar menjadi normal.
3.Pengawasan normal ke ketat apabila :
Apabila dalam pengawasan normal terjadi 2 sampai 5 kali berturut-turut mengalami penolakan karena kesalahan yang fatal.
4.Pengawasan ketat ke normal apabila :
Setelah 5 kali berturut-urut lot diterima tanpa penolakan.
5.Penghapusan / Penghentian Pengawasan :
Apabila pengawasan ketat sudah dilaksanakan selama 10 lot berurutan, sehingga part dari supplier tidak dapat diterima lagi dan supplier dianjurkan memperbaiki tingkat kualitas produksinya.
Perencanaan Sampling :
Jenis Perencanaan Sampling ada 3 yaitu :
1. Sampling Single / Tunggal :
Apabila banyaknya reject maksimal sesuai dengan angka penerimaan (Ac /Accepted) maka lot diterima, tetapi apabila banyaknya reject minimal sesuai dengan angka penolakan (Re/ Rejected) maka lot ditolak.
Perencanaan Sampling
2. Sampling Double / Ganda :
Apabila banyaknya reject yang terjadi pada pengambilan tahap pertama diatas angka penerimaan (Ac) tetapi dibawah angka penolakan (Re), maka sample kedua diperlukan sebelum lot dapat diputuskan.
Keputusan untuk sample kedua adalah sebagai berikut :
Apabila reject akumulatif sample pertama dan kedua maksimal sesuai dengan angka peneriman (Ac), maka lot diterima, tetapi apabila minimal sesuai dengan angka penolakan (Re) maka lot ditolak.
3. Sampling Multiple / bertingkat :
Merupakan perluasan dari sampling ganda, yaitu sampai pengambilan sample ketujuh baru bisa diputuskan untuk penerimaan atau penolakan lot.
Hal ini tentunya memerlukan waktu, tenaga dan biaya pemeriksaan yang lebih disebabkan karena prosedur yang lebih rumit dibandingkan dengan sampling double apalagi dibandingkan dengan sampling tunggal.
Perencanaan Sampling
Hal yang ingin dicapai dengan sampling multiple ini adalah pertimbangan psikologis semata untuk memastikan bahwa lot tersebut memang layak diterima atau memang harus ditolak.
Langkah-Langkah Sampling Penerimaan
Langkah - Langkah Penggunaan Sampling Penerimaan dengan MIL STD 105D :
1. Menentukan tingkat AQL berdasarkan kesepakatan dengan supplier.
2. Pilih tingkat pengawasan yang akan dilakukan (Spesial S-1, S-2, S-3, S-4 atau Umum I,II,III)
3. Menentukan ukuran lot yang akan diperiksa.
4. Menentkan jenis perencanaan sampling (tunggal, ganda, bertingkat).
5. Menentukan sifat pengawasan awal (longgar, normal, ketat).
6. Masukkan ke tabel, untuk menentukan angka penerimaan atau penolakan lot.
Ada dua cara mengumpulkan data :
1. Sensus yaitu mengumpulkan data dengan cara mencatat semua elemen yang diselidiki, jadi menyelidiki semua obyek, gejala, kejadian atau peristiwa.
Misalnya seluruh motor yang dihasilkan Pt X, atau seluruh motor yang ada di dealer. Sehingga hasil sensus menggambarkan nilai karakteristik sesungguhnya. Kumpulan seluruh elemen itu dinamakan populasi.
2. Sampling : teknik mengumpulkan data dengan cara mengamati sebagian dari obyek, gejala atau peristiwa.
Sebagian individu yang diamati tersebut disebut sampel. Sehingga hasil pengamatan yang diperoleh berupa nilai karakteristik perkiraan, yaitu perkiraan tentang keadaan populasi.
Cara sensus meskipun memberikan data yang sebenarnya, dan hasil keputusan yang tepat tetapi memakan biaya, waktu, tenaga.
Cara sampling akan menghemat waktu, tenaga , biaya namun perlu diperhatikan teknik pengambilan samplingnya sehingga bisa menggambarkan keadaan sesungguhnya dari populasi (tidak bias).
Teknik Pengambilan Sampling :
A. Probability Sampling Random : pengambilan sampling yang mengikuti teori probabilitas, sehingga bisa lebih menggambarkan kondisi populasi.
Terbagi atas :
A.1. Simple Random Sampling :
Simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak sehingga setiap kasus atau elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian.
Apabila jumlah populasi sedikit bisa dilakukan dengan cara mengundi tapi apabila jumlah populasi besar dengan menggunakan Tabel Random Number atau lebih praktis lagi lewat bantuan software online http://www.randomizer.org/form.htm
Teknik ini memiliki tingkat keacakan yang sangat tinggi, sehingga sangat efisien digunakan untuk mengukur karakter populasi yang memiliki sifat homogenitas tinggi.
Sedangkan untuk populasi yang bersifat heterogen, penggunaan teknik ini justru dapat menimbulkan bias.
Dengan software online, http://www.randomizer.org/form.htm
dengan cara mengisi sebagai berikut :
How many sets of numbers do you want to generate? Isi 1
How many numbers per set ? Isi 5
Number range (e.g., 1-50) : Isi from 1 to 50
Do you wish each number in a set to remain unique? Pilih Yes
Do you wish to sort the numbers that are generated? Pilih No
How do you wish to view your random numbers? Pilih Place Marker Off
Klik Randomize Now !
A.2. Sistematik Sampling
Yaitu dengan melakukan pengambilan sample secara sistematis berdasarkan interval yang telah ditetapkan.
Mis. untuk memilih 7 sampel dari populasi yang berisi 100, yaitu dengan menetapkan interval mis k = 15 lalu pilih secara random nilai pertama mis 10, maka nilai kedua adalah 10 + 15 = 25 dst sesuai interval sehingga sample yang didapat 10,15,40,55,70,80,95
Pada populasi dengan elemen yang terorganisir membentuk pola atau siklus, sistematik sampling justru menimbulkan bias.
Prosedur sistematik sampling adalah sebagai berikut :
1. Menyusun sampling frame yaitu daftar elemen yang akan diamati.
2. Menetapkan sampling interval (k) dengan menggunakan rumus N/n; dimana N adalah jumlah elemen dalam populasi dan n adalah jumlah sampel yang diperlukan.
3. Memilih sampel pertama (s1)secara random dari sampling frame.
4. Memilih sampel kedua (S2), yaitu S1 + k. selanjutnya, peneliti memilih sampel sampai diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan dengan menambah nilai interval (k) pada setiap sampel sebelumnya.
Sistematik Sampling & Control Chart :
Methode ini paling efektif digunakan untuk troubleshooting dan biasanya digunakan untuk membentuk subgroups dari sebuah control chart.
Sering disebut juga sebagai Consecutive Sampling
A.3. Stratifikasi Sampling :
Yaitu dengan melakukan stratifikasi populasi kedalam sub populasi atau strata yang mempunyai pembobotan (%) yang sama.
Misal survey untuk 100 orang pembaca tabloid “x”, maka apabila diketahui 100 orang pembaca tersebut terdiri atas 60 orang pria & 40 wanita maka apabila sample diambil untuk 10 orang maka sample terdiri atas 6 pria & 4 wanita.
A.4. Cluster Sampling (Sampel Random Berkelompok) yaitu dengan membagi populasi sebagai cluster-cluster kecil, lalu pengamatan dilakukan pada sampel cluster yang dipilih secara random.
Methode ini biasanya digunakan pada survey yang menggunaan peta area (geografi), misalnya survey perumahan di perkotaan. Area kota dibagi kedalam blok-blok, kemudian secara random dipilih blok-blok sebagai sampel pengamatan.
Quick Count biasanya menggunakan perpaduan Cluster & Stratifikasi Sampling dalam methodenya
Cluster sampling ini digunakan ketika elemen dari populasi secara geografis tersebar luas.
Keuntungan penggunaan teknik ini adalah menjadikan proses sampling lebih murah dan cepat daripada jika digunakan teknik simple random sampling. Akan tetapi, hasil dari cluster sampling ini pada umumnya kurang akurat dibandingkan simple random sampling
B. Non Probability Sampling
Perbedaan antara nonprobability dan probability sampling adalah bahwa nonprobability sampling memilih unit sampel secara tidak acak.
Hal ini berarti nonprobability sampling tidak bergantung pada teori probabilitas.
Dengan nonprobability sampling, kemungkinan besar tidak bisa mewakili sifat populasi secara baik.
Secara umum peneliti pada umumnya memakai methode probability dibanding non probability.
Namun demikian dalam riset sosial terdapat beberapa kondisi-kondisi yang tidak memungkinkan secara praktek atau secara teoritis untuk melakukan random sampling.
Oleh karena itu kemudian perlu digunakan alternatif metoda nonprobability seperti survey, jajak pendapat maupun opini.
Terdiri :
B.1. Accidental Sampling, apabila pengamatan sampel yang dilakukan tanpa sengaja, tanpa perencanaan terlebih dulu. Jumlah sample yang diambil seadanya saja, sehingga kesimpulan yang diambil bersifat kasar dan sementara.
Misalnya penelitian pemakaian merk kendaraan di Yogyakarta berdasarkan samel mobil yang diparkir di Malioboro, didapatkan kesimpulan 70 % memakai Toyota.
Purposive Sampling
B.2. Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai maksud tertentu. Informasi yang mendahului keadaan populasi sudah diketahui benar dan tidak perlu diragukan lagi (misal dari sensus ekonomi) dan pengamatan dilakukan hanya pada daerah tertentu “key area” misal daerah industri dengan tujuan mengetahui “key area” tersebut saja.
Purposive Sampling sering juga disebut Judgement Sampling, karena diasarkan pada pertimbangan pakar. Misalnya untuk masalah peningkatan ekonomi dengan mengambil pendapat pakar ekonomi dsb
B.3. Convenience Sampling : apabila pengambilan sample berdasarkan kesukaan / suka-suka / seenaknya menurut si peneliti. Misalnya dengan mengambil pengunjung yang baru keluar dari seminar, orang terdekat dsb
B.4. Snowball (bola salju) sampling ; apabila pengamatan sample didapat dari sejumlah responden yang kemudian mereka mengajak temannya untuk dijadikan sample dst sehingga jumlah sample semakin membesar seperti bola salju yang menggelinding. Misalnya sample pengamatan mengenai penolakan terhadap pasangan capres/cawapres tertentu “Say No To …” lewat media face book.
B.5. Kuota Sampling ; terjadi pada sampling stratifikasi bedanya disini sample pengamatan menetapkan kuota tertentu sejumlah yang diinginkan.Jika kuota telah telah ditentukan mulailah dilakukan penyelidikan, tentang siapa yang akan dijadikan responden, terserah tim pengumpul data.
Misalnya ; Untuk keperluan responden penghuni suatu apartemen ditetapkan kuota sebagai berikut :
15 orang warga negara asing
10 orang wni keturunan asing
30 orng wni asli
Apabila sudah memenuhi kuota, tak peduli apakah subyek yang diambil mewakili populasi atau tidak, bukan menjadi persoalan.
Sampling Penerimaan :
Sampling Penerimaan (Acceptance Sampling) adalah sampling yang digunakan untuk menentukan apakah suatu lot bisa diterima atau tidak, berdasarkan AQL (Acceptance Quality Level / Tingkat Penerimaan Kualitas).
Awalnya secara resmi dipakai di US Army melalui prosedur MIL-STD-105 D namun sudah pula dipakai secara luas didunia, dan bisa dipakai untuk data variabel maupun atribut.
Tiga pendekatan dalam memutuskan lot :
1.Menerima lot tanpa pemeriksaan ; digunakan apabila proses produksi supplier sangat baik, produk cacat hampir tidak ditemukan.
2.Pemeriksaan 100 % ; digunakan apabila proses produksi supplier tidak cukup memenuhi spesifikasi atau merupakan “kritikal part” dan apabila meloloskannya akan mengakibatkan biaya yang sangat besar.
3.Sampling penerimaan digunakan apabila :
a. Pengujian bersifat merusak.
b. Biaya dan waktu pemeriksaan 100 % sangat tinggi.
c. Adanya keperluan untuk pemantauan kualitas supplier.
Keunggulan Sampling Penerimaan :
a. Lebih murah dan cepat.
b. Resiko kerusakan part berkurang.
c. Manpower lebih sedikit.
d. Mengurangi kesalahan pemeriksaan.
e. Memberikan motivasi ke supplier untuk perbaikan proses secara menyeluruh.
Kerugian Sampling Penerimaan :
a. Beresiko menerima lot yang jelek dan menolak lot yang baik.
b. Informasi dari part / proses yang didapat lebih sedikit.
c. Memerlukan perencanaan dan dokumentasi tentang prosedur sampling penerimaan yang akan dijalankan.
Inspection Level / Tingkat Pengawasan ;
digunakan untuk menentukan berapa banyaknya contoh yang harus diambil dalam satu lot. Biasanya ditentukan oleh besar kecilnya biaya pengawasaan, kerusakan part karena pegujian, maupun lamanya waktu untuk pengawasan.
Terbagi atas 2 yaitu : spesial, umum.
1.Tingkat pengawasan spesial terbagi atas empat tingkat yaitu S-1, S-2, S-3, S-4 digunakan apabila biaya pengawasan cukup mahal karena adanya kerusakan part karena pengujian.
2.Tingkat pengawasan umum terbagi atas tiga tingkat yaitu I, II, III, dimana :
I : Untuk biaya pengawasan relatif tinggi.
II : Untuk kasus yang normal atau supplier baru.
III : Untuk biaya pengawasan murah & mudah.
Sifat Pengawasan :
Sifat Pengawasan ada tiga macam yaitu longgar, normal, ketat.
1.Sifat pengawasan longgar dipakai untuk supplier yang mempunyai sejarah kualitas yang baik yang tidak pernah atau sangat jarang melakukan kesalahan dan menjaga kualitas part yang dikirimkan.
2.Sifat pengawasan normal dipakai untuk awal kegiatan pemeriksaan, untuk supplier baru ataupun supplier yang mempunyai riwayat kualitas sedang.
3.Sifat pengawasan ketat dipakai untuk supplier yang mempunyai riwayat kualitas yang jelek.
Pemindahan sifat pengawasan bisa terjadi dari longgar ke normal dan sebaliknya, normal ke ketat dan sebaliknya mengikuti persyaratan yang telah ditentukan, terdiri atas 5 macam, yaitu :
1.Pengawasan normal menjadi longgar apabila :
a. Tidak terjadi penolakan selama 10 kali berturut-turut.
b. Keadaan penerimaan yang mantap (tidak ada masalah material, mesin dsb dari suppplier pada akhir-akhir ini).
c. Telah mendapat persetujuan pic dari bagian yang bertanggungjawab.
d. Total penolakan (10 lot terakhir) maksimal sesuai bilangan batas untuk pengurangan pemeriksaan. (Tabel)
2.Pengawasan longgar menjadi pengawasan normal apabila :
a. Terjadi 1 lot ditolak.
b. Produksi suplier tidak teratur, sering terjadi keterlambatan.
c. Hal khusus tertentu yang menuntut diadakannya pemeriksaan normal yang lebih dapat dipertanggungjawabkan.
d. Apabila cacat terletak antara angka ac (accepted) & re (rejected), maka lot diterima tetapi sifat pengawasan berubah dari longgar menjadi normal.
3.Pengawasan normal ke ketat apabila :
Apabila dalam pengawasan normal terjadi 2 sampai 5 kali berturut-turut mengalami penolakan karena kesalahan yang fatal.
4.Pengawasan ketat ke normal apabila :
Setelah 5 kali berturut-urut lot diterima tanpa penolakan.
5.Penghapusan / Penghentian Pengawasan :
Apabila pengawasan ketat sudah dilaksanakan selama 10 lot berurutan, sehingga part dari supplier tidak dapat diterima lagi dan supplier dianjurkan memperbaiki tingkat kualitas produksinya.
Perencanaan Sampling :
Jenis Perencanaan Sampling ada 3 yaitu :
1. Sampling Single / Tunggal :
Apabila banyaknya reject maksimal sesuai dengan angka penerimaan (Ac /Accepted) maka lot diterima, tetapi apabila banyaknya reject minimal sesuai dengan angka penolakan (Re/ Rejected) maka lot ditolak.
Perencanaan Sampling
2. Sampling Double / Ganda :
Apabila banyaknya reject yang terjadi pada pengambilan tahap pertama diatas angka penerimaan (Ac) tetapi dibawah angka penolakan (Re), maka sample kedua diperlukan sebelum lot dapat diputuskan.
Keputusan untuk sample kedua adalah sebagai berikut :
Apabila reject akumulatif sample pertama dan kedua maksimal sesuai dengan angka peneriman (Ac), maka lot diterima, tetapi apabila minimal sesuai dengan angka penolakan (Re) maka lot ditolak.
3. Sampling Multiple / bertingkat :
Merupakan perluasan dari sampling ganda, yaitu sampai pengambilan sample ketujuh baru bisa diputuskan untuk penerimaan atau penolakan lot.
Hal ini tentunya memerlukan waktu, tenaga dan biaya pemeriksaan yang lebih disebabkan karena prosedur yang lebih rumit dibandingkan dengan sampling double apalagi dibandingkan dengan sampling tunggal.
Perencanaan Sampling
Hal yang ingin dicapai dengan sampling multiple ini adalah pertimbangan psikologis semata untuk memastikan bahwa lot tersebut memang layak diterima atau memang harus ditolak.
Langkah-Langkah Sampling Penerimaan
Langkah - Langkah Penggunaan Sampling Penerimaan dengan MIL STD 105D :
1. Menentukan tingkat AQL berdasarkan kesepakatan dengan supplier.
2. Pilih tingkat pengawasan yang akan dilakukan (Spesial S-1, S-2, S-3, S-4 atau Umum I,II,III)
3. Menentukan ukuran lot yang akan diperiksa.
4. Menentkan jenis perencanaan sampling (tunggal, ganda, bertingkat).
5. Menentukan sifat pengawasan awal (longgar, normal, ketat).
6. Masukkan ke tabel, untuk menentukan angka penerimaan atau penolakan lot.
FMEA & FTA
Dalam sejarah QA, mutu pada
permulaan ditentukan melalui pemeriksaan, setelah itu diikuti oleh pembentukan
mutu dalam proses pembuatan dengan memperhatikan penentuan mutu dalam proses
pembuatan produk.
Semua usaha ini telah dipusatkan kepada pencegahan berulangnya produk gagal, melalui produk yang memiliki keandalan.
Keandalan adalah kebebasan dari kesulitan dan berarti menghasilkan produk yang tidak menimbulkan kesulitan baik pada saat pembuatan maupun saat pemakaian di konsumen.
Pencegahan adanya kegagalan unit produk, memerlukan ramalan masalah-masalah yang akan terjadi.
Untuk dapat menghasilkan produk yg bisa diandalkan , maka langkah-langkah berikut harus diperiksa satu persatu :
1. Apakah kegagalan potensial yg bisa ditimbulkan oleh produk ?
2. Bagaimana membuat produk yang tidak menghasilkan kegagalan tersebut ?
3. Apakah produk yg dihasilkan sesuai dengan rencana ?
4. Adakah cara untuk membuat produk yg lebih handal dapat lebih efektif ?
Titik kunci dalam pencegahan adalah untuk meramalkan kemungkinan adanya masalah dan untuk tujuan ini telah dikembangkan teknik-teknik seperti FMEA dan FTA yang juga menjadi salah satu teknik keandalan.
FMEA : Failure Mode Effect Analysis (analisa kegagalan dalam cara dan dampak) : Teknik untuk meramal dan mengevaluasi kemungkinan gagal dan melakukan kegiatan improvementnya.
Apakah sebabnya FMEA begitu banyak perhatian pada saat ini ?
Pertama, analisa ini tidak memerlukan persamaan matematik atau statistik dan dapat diterapkan hanya kepada pengalaman & pengetahuan yang konvensional. Ini berarti setiap orang dapat dengan mudah meramal keandalan.
Kedua, walaupun pada awalnya dimaksudkan untuk peningkatan produk dalam fase rancangan / desain, namun diperluas untuk peningkatan proses saat fase pembuatan produk.
Contoh Kegagalan Produk :
1.Pesawat Ulang Alik Challenger meledak :
Pesawat ulang alik - tidak seperti pesawat luar angkasa lainnya - badan utama ... Pada tanggal 28 januari 1986 pesawat Challenger meledak 73 detik setelah lepas landas education.feedfury.com/content/16689381-pesawat_ulang_alik.html
Roket pendorong inilah yang membuat Challenger meledak pada 28 Januari 1986. Saat itu cincin sambungan tubuh roket pendorong sebelah kanan menjadi getas dan retak karena udara terlalu dingin.
Akibatnya, api roket menyemprot ke samping dan menyambar tangki bahan bakar Challenger di sebelahnya. Malapetaka tak terhindarkan, akhirnya pesawat itu meledak.
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/02/10/ILT/mbm.20030210.ILT84969.id.html
2.Pesawat Ulang alik Columbia meledak :
Pesawat Luar Angkasa Columbia sedang memasuki orbit. Tetapi sesuatu menjadi salah dan Columbia meledak. Semua 7 astronot di dalamnya tewas. ...
1 Februari 2003
id.wikipedia.org/wiki/Seconds_From_Disaster
Analisa Kasus Columbia Meledak :
Dari film yang direkam saat peluncuran, diketahui bahwa pada saat-saat awal peluncuran bagian dari insulasi (gabus) tangki bahan bakar utama yang berisi oksigen cair terlepas dan menghantam keping-keping keramik tahan panas sayap bagian bawah sebelah kiri hingga terlepas dan baru berefek saat pendaratan. …
Saat pendaratan… bagian perut pesawat yang bergesekan langsung dengan udara mengalami pemanasan hebat (lebih dari 2000° C). Saat kejadian, kecepatan Columbia 18 kali kecepatan suara (kecepatan suara 330 m/det)……
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/02/10/ILT/mbm.20030210.ILT84969.id.html
3. Titanic :
Pada tanggal 14 April 1912 dalam pelayaran perdananya , Titanic menabrak sebuah iceberg (gunung es) dan tenggelam 2 jam 40 menit kemudian. ...
karodalnet.blogspot.com/2008_08_01_archive.html
Contoh Kegagalan Produk
news4joke: 7/6/08 - 7/13/08
Saat itu Titanic membawa lebih dari 2220 penumpang, 1513 di antaranya tenggelam termasuk jutawan asal Amerika John Jacob Astor, Benjamin Guggenheim, ...
news4joke.blogspot.com/2008_07_06_archive.html
ANALISIS ahli metalurgi (logam) Amerika Serikat (AS) mengungkapkan, kapal Titanic tenggelam pada satu abad silam akibat dibangun menggunakan rivet (paku keling) berkualitas rendah.
Karena rivet tersebut berkualitas sangat rendah, rivet-rivet itu pun rontok ketika lambung Titanic menghantam gunung es. Karena rivet-rivet itu jebol, lempengan-lempengan baja pada lambung Titanic pun menganga dan air laut masuk. Akibatnya, Titanic pun tenggelam dalam waktu kurang dari tiga jam setelah menabrak gunung es. Foecke memaparkan, teori penyebab tenggelamnya Titanic itu dalam buku berjudul What Really Sank the Titanic.
Contoh Produk Inovation :
Jaringan Komunikasi Antar Mobil Untuk Hindari Kecelakaan
Adalah Thomas Batz, seorang ilmuwan komputer asal Jerman yang berjasa dalam pengembangan ini, dibantu oleh beberapa koleganya dari Fraunhofer Institute for Information and Data Processing IITB di kota Karlsruhe, Jerman
Software inovatif ini disinyalir bisa dikerahkan untuk mengerem atau membelokkan arah mobil ketika berada dalam situasi darurat dan susah untuk mengelak karena himpitan macet.
Sejarah FMEA :
Pertama kali dikembangkan pada tahun 60’ an oleh NASA untuk proyek pendaratan manusia ke bulan.
Diadopsi & dikembangkan pada industri otomotif di tahun 70’ an oleh FORD sebagai suatu reaksi terhadap menurunnya mutu & kehandalan produk otomotif Amerika.
Pada tahun 80’ diadopsi oleh banyak industri yang menekankan pada keselamatan, kehandalan dan mutu seperti : otomotif, electronic, penerbangan, komputer.
Tujuan FMEA :
1.Mengurangi “lead time” dari perubahan engineering.
2.Mengurangi rework, aktivitas redesain.
3.Mengurangi methode “trial error”.
4.Mengurangi reject rate.
5.Mengurangi biaya.
Dari pengalaman :
Biaya saat fase desain = $
Biaya saat fase produksi = 10 $
Biaya saat sampai konsumen = 100 $
Klasifikasi FMEA :
1.DFMEA : Aktivitas untuk mendeteksi potensi kegagalan pada fase produk desain. Engineer desain yang bertanggung jawab.
2.PFMEA : Analisa untuk mendeteksi / mengevaluasi potensi kegagalan pada proses manufakturing. Engineer manufactur yang bertanggung jawab.
Implementasi FMEA :
1.Tentukan siapa pelanggannya.
2.Buat list yang diharapkan dari desain, dan apa yang tidak diharapkan untuk terjadi (MAKSUD DESAIN).
3.Buat analisa resiko. Prioritaskan FMEA pada resiko yang tinggi & tentukan “Q.karakteristiknya” nya misal point safety, Q point, Appearance,Government Regulation dsb.
4.Input : Drawing dengan “Q karakteristiknya”, pengalaman sebelumnya.
5.Tools : Process Control Plan, Capability Analisis.
6.Buat FMEA dan Evaluasi, Perbaiki & Revisi apabila ada masalah.
Formulir FMEA :
1. FMEA Number : Masukkan nomor dokumen FMEA untuk tracking.
2. Process Function / Requirement
Masukkan proses yang dianalisa. Contoh : drilling, tapping, welding, assembling dsb.
3. Potensial Failure Mode
Potensi kegagalan proses memenuhi persyaratan dan/atau tujuan desain. Mis Diameter luar spesifikasi,Roughness/kekasaran,dsb.
4. Potensial Effect of Failure
Akibat dari kegagalan sampai end user / pemakai akhir.
5. Severity atau dampak terhadap end user/pemakai akhir.
6. Potensial Causes / Mechanism(s) of Failure yaitu penyebab dari kegagalan.
7. Occurrence atau seberapa sering kegagalan mungkin terjadi.
8. Current Proses Control yaitu control yang dilakukan sekarang
9. Detection yaitu kemampuan Current Proses Control mendeteksi kegagalan.
10. RPN atau Risk Priority Number yaitu perkalian Severity x Occurrence x Detection.
11. Recommended Action yaitu tindakan untuk mengurangi hasil perkalian Severity x Occurrence x Detection. Harus diisi untuk Severity min 7 dan pilih beberapa RPN terbesar untuk prioritas penyelesaian masalah (bisa dengan Pareto).
Severity bisa diturunkan dengan perubahan Desain.
Occurrence bisa diurunkan dengan perbaikan proses. (CP)
Peningkatan Detection hanyalah temporary action atau alternatif terakhir.
Tindak Lanjut FMEA :
1.Apa yang harus dilakukan terhadap tabel FMEA
2.Periksa Severity terbesar, bukan RPN terbesar (rekomendasi FMEA 4th edition).
3.Pastikan tidak ada nilai severity diatas 7.
4.Pastikan nilai occurrence tidak melebihi angka 8.
5.Lakukan perubahan desain untuk menurunkan severity, dan perbaikan proses untuk menurunkan occurrence.
6.Setelah kondisi diatas terpenuhi baru diijinkan memeriksa RPN tertinggi.
Tindak Lanjut FMEA
7.Apa yang harus anda lakukan terhadap tabel FMEA ?
8.Jika nilai Severity & Occurrence masih diatas 8 maka terapkan sistem kontrol ketat dengan SPC atau check 100 % untuk meningkatkan detection (hanya apabila Severity & Occurrence tidak bisa diturunkan).
9.FMEA adalah “ living dokumen” yang senantiasa pelu dievaluasi.
DFMEA dilaksanakan pada fase “ Produk Desain & Development” : Sebelum atau saat finalisasi konsep desain dan diselesaikan dalam fase prototype. Tindakan koreksi harus diselesaikan sebelum pilot production.
PFMEA dilaksanakan pada fase “ Process Desain & Development” : sebelum atau saat fase feasibility, sebelum tooling untuk produksi & harus tercakup seluruh operasi manufacturing, dari komponen tunggal s/d assembling
FTA : Failure Tree analysis
FTA mula-mula dikembangkan untuk mencari sebab-sebab kejadian dan saat ini digunakan sebagai alat pembantu FMEA.
FTA singkatan dari Failure Tree Analysis (Analisa Pohon Kegagalan).
FTA adalah sebuah methode analitik untuk menentukan part mana yang bertanggung jawab atas suatu kegagalan unit produk.
Kebalikan dari FMEA yang meramal kegagalan unit produk dari kegagalan part, FTA digunakan untuk menentukan part yang menyebabkan kegagalan unit produk.
Jika FMEA merupakan sebuah teknik analitik secara kwalitatif, maka FTA mampu untuk mengadakan analisa kwantitatif.
Maka jika nilai kegagalan part diketahui, maka nilai kegagalan unit produk dapat dikalkulasi.
Semua usaha ini telah dipusatkan kepada pencegahan berulangnya produk gagal, melalui produk yang memiliki keandalan.
Keandalan adalah kebebasan dari kesulitan dan berarti menghasilkan produk yang tidak menimbulkan kesulitan baik pada saat pembuatan maupun saat pemakaian di konsumen.
Pencegahan adanya kegagalan unit produk, memerlukan ramalan masalah-masalah yang akan terjadi.
Untuk dapat menghasilkan produk yg bisa diandalkan , maka langkah-langkah berikut harus diperiksa satu persatu :
1. Apakah kegagalan potensial yg bisa ditimbulkan oleh produk ?
2. Bagaimana membuat produk yang tidak menghasilkan kegagalan tersebut ?
3. Apakah produk yg dihasilkan sesuai dengan rencana ?
4. Adakah cara untuk membuat produk yg lebih handal dapat lebih efektif ?
Titik kunci dalam pencegahan adalah untuk meramalkan kemungkinan adanya masalah dan untuk tujuan ini telah dikembangkan teknik-teknik seperti FMEA dan FTA yang juga menjadi salah satu teknik keandalan.
FMEA : Failure Mode Effect Analysis (analisa kegagalan dalam cara dan dampak) : Teknik untuk meramal dan mengevaluasi kemungkinan gagal dan melakukan kegiatan improvementnya.
Apakah sebabnya FMEA begitu banyak perhatian pada saat ini ?
Pertama, analisa ini tidak memerlukan persamaan matematik atau statistik dan dapat diterapkan hanya kepada pengalaman & pengetahuan yang konvensional. Ini berarti setiap orang dapat dengan mudah meramal keandalan.
Kedua, walaupun pada awalnya dimaksudkan untuk peningkatan produk dalam fase rancangan / desain, namun diperluas untuk peningkatan proses saat fase pembuatan produk.
Contoh Kegagalan Produk :
1.Pesawat Ulang Alik Challenger meledak :
Pesawat ulang alik - tidak seperti pesawat luar angkasa lainnya - badan utama ... Pada tanggal 28 januari 1986 pesawat Challenger meledak 73 detik setelah lepas landas education.feedfury.com/content/16689381-pesawat_ulang_alik.html
Roket pendorong inilah yang membuat Challenger meledak pada 28 Januari 1986. Saat itu cincin sambungan tubuh roket pendorong sebelah kanan menjadi getas dan retak karena udara terlalu dingin.
Akibatnya, api roket menyemprot ke samping dan menyambar tangki bahan bakar Challenger di sebelahnya. Malapetaka tak terhindarkan, akhirnya pesawat itu meledak.
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/02/10/ILT/mbm.20030210.ILT84969.id.html
2.Pesawat Ulang alik Columbia meledak :
Pesawat Luar Angkasa Columbia sedang memasuki orbit. Tetapi sesuatu menjadi salah dan Columbia meledak. Semua 7 astronot di dalamnya tewas. ...
1 Februari 2003
id.wikipedia.org/wiki/Seconds_From_Disaster
Analisa Kasus Columbia Meledak :
Dari film yang direkam saat peluncuran, diketahui bahwa pada saat-saat awal peluncuran bagian dari insulasi (gabus) tangki bahan bakar utama yang berisi oksigen cair terlepas dan menghantam keping-keping keramik tahan panas sayap bagian bawah sebelah kiri hingga terlepas dan baru berefek saat pendaratan. …
Saat pendaratan… bagian perut pesawat yang bergesekan langsung dengan udara mengalami pemanasan hebat (lebih dari 2000° C). Saat kejadian, kecepatan Columbia 18 kali kecepatan suara (kecepatan suara 330 m/det)……
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2003/02/10/ILT/mbm.20030210.ILT84969.id.html
3. Titanic :
Pada tanggal 14 April 1912 dalam pelayaran perdananya , Titanic menabrak sebuah iceberg (gunung es) dan tenggelam 2 jam 40 menit kemudian. ...
karodalnet.blogspot.com/2008_08_01_archive.html
Contoh Kegagalan Produk
news4joke: 7/6/08 - 7/13/08
Saat itu Titanic membawa lebih dari 2220 penumpang, 1513 di antaranya tenggelam termasuk jutawan asal Amerika John Jacob Astor, Benjamin Guggenheim, ...
news4joke.blogspot.com/2008_07_06_archive.html
ANALISIS ahli metalurgi (logam) Amerika Serikat (AS) mengungkapkan, kapal Titanic tenggelam pada satu abad silam akibat dibangun menggunakan rivet (paku keling) berkualitas rendah.
Karena rivet tersebut berkualitas sangat rendah, rivet-rivet itu pun rontok ketika lambung Titanic menghantam gunung es. Karena rivet-rivet itu jebol, lempengan-lempengan baja pada lambung Titanic pun menganga dan air laut masuk. Akibatnya, Titanic pun tenggelam dalam waktu kurang dari tiga jam setelah menabrak gunung es. Foecke memaparkan, teori penyebab tenggelamnya Titanic itu dalam buku berjudul What Really Sank the Titanic.
Contoh Produk Inovation :
Jaringan Komunikasi Antar Mobil Untuk Hindari Kecelakaan
Adalah Thomas Batz, seorang ilmuwan komputer asal Jerman yang berjasa dalam pengembangan ini, dibantu oleh beberapa koleganya dari Fraunhofer Institute for Information and Data Processing IITB di kota Karlsruhe, Jerman
Software inovatif ini disinyalir bisa dikerahkan untuk mengerem atau membelokkan arah mobil ketika berada dalam situasi darurat dan susah untuk mengelak karena himpitan macet.
Sejarah FMEA :
Pertama kali dikembangkan pada tahun 60’ an oleh NASA untuk proyek pendaratan manusia ke bulan.
Diadopsi & dikembangkan pada industri otomotif di tahun 70’ an oleh FORD sebagai suatu reaksi terhadap menurunnya mutu & kehandalan produk otomotif Amerika.
Pada tahun 80’ diadopsi oleh banyak industri yang menekankan pada keselamatan, kehandalan dan mutu seperti : otomotif, electronic, penerbangan, komputer.
Tujuan FMEA :
1.Mengurangi “lead time” dari perubahan engineering.
2.Mengurangi rework, aktivitas redesain.
3.Mengurangi methode “trial error”.
4.Mengurangi reject rate.
5.Mengurangi biaya.
Dari pengalaman :
Biaya saat fase desain = $
Biaya saat fase produksi = 10 $
Biaya saat sampai konsumen = 100 $
Klasifikasi FMEA :
1.DFMEA : Aktivitas untuk mendeteksi potensi kegagalan pada fase produk desain. Engineer desain yang bertanggung jawab.
2.PFMEA : Analisa untuk mendeteksi / mengevaluasi potensi kegagalan pada proses manufakturing. Engineer manufactur yang bertanggung jawab.
Implementasi FMEA :
1.Tentukan siapa pelanggannya.
2.Buat list yang diharapkan dari desain, dan apa yang tidak diharapkan untuk terjadi (MAKSUD DESAIN).
3.Buat analisa resiko. Prioritaskan FMEA pada resiko yang tinggi & tentukan “Q.karakteristiknya” nya misal point safety, Q point, Appearance,Government Regulation dsb.
4.Input : Drawing dengan “Q karakteristiknya”, pengalaman sebelumnya.
5.Tools : Process Control Plan, Capability Analisis.
6.Buat FMEA dan Evaluasi, Perbaiki & Revisi apabila ada masalah.
Formulir FMEA :
1. FMEA Number : Masukkan nomor dokumen FMEA untuk tracking.
2. Process Function / Requirement
Masukkan proses yang dianalisa. Contoh : drilling, tapping, welding, assembling dsb.
3. Potensial Failure Mode
Potensi kegagalan proses memenuhi persyaratan dan/atau tujuan desain. Mis Diameter luar spesifikasi,Roughness/kekasaran,dsb.
4. Potensial Effect of Failure
Akibat dari kegagalan sampai end user / pemakai akhir.
5. Severity atau dampak terhadap end user/pemakai akhir.
6. Potensial Causes / Mechanism(s) of Failure yaitu penyebab dari kegagalan.
7. Occurrence atau seberapa sering kegagalan mungkin terjadi.
8. Current Proses Control yaitu control yang dilakukan sekarang
9. Detection yaitu kemampuan Current Proses Control mendeteksi kegagalan.
10. RPN atau Risk Priority Number yaitu perkalian Severity x Occurrence x Detection.
11. Recommended Action yaitu tindakan untuk mengurangi hasil perkalian Severity x Occurrence x Detection. Harus diisi untuk Severity min 7 dan pilih beberapa RPN terbesar untuk prioritas penyelesaian masalah (bisa dengan Pareto).
Severity bisa diturunkan dengan perubahan Desain.
Occurrence bisa diurunkan dengan perbaikan proses. (CP)
Peningkatan Detection hanyalah temporary action atau alternatif terakhir.
Tindak Lanjut FMEA :
1.Apa yang harus dilakukan terhadap tabel FMEA
2.Periksa Severity terbesar, bukan RPN terbesar (rekomendasi FMEA 4th edition).
3.Pastikan tidak ada nilai severity diatas 7.
4.Pastikan nilai occurrence tidak melebihi angka 8.
5.Lakukan perubahan desain untuk menurunkan severity, dan perbaikan proses untuk menurunkan occurrence.
6.Setelah kondisi diatas terpenuhi baru diijinkan memeriksa RPN tertinggi.
Tindak Lanjut FMEA
7.Apa yang harus anda lakukan terhadap tabel FMEA ?
8.Jika nilai Severity & Occurrence masih diatas 8 maka terapkan sistem kontrol ketat dengan SPC atau check 100 % untuk meningkatkan detection (hanya apabila Severity & Occurrence tidak bisa diturunkan).
9.FMEA adalah “ living dokumen” yang senantiasa pelu dievaluasi.
DFMEA dilaksanakan pada fase “ Produk Desain & Development” : Sebelum atau saat finalisasi konsep desain dan diselesaikan dalam fase prototype. Tindakan koreksi harus diselesaikan sebelum pilot production.
PFMEA dilaksanakan pada fase “ Process Desain & Development” : sebelum atau saat fase feasibility, sebelum tooling untuk produksi & harus tercakup seluruh operasi manufacturing, dari komponen tunggal s/d assembling
FTA : Failure Tree analysis
FTA mula-mula dikembangkan untuk mencari sebab-sebab kejadian dan saat ini digunakan sebagai alat pembantu FMEA.
FTA singkatan dari Failure Tree Analysis (Analisa Pohon Kegagalan).
FTA adalah sebuah methode analitik untuk menentukan part mana yang bertanggung jawab atas suatu kegagalan unit produk.
Kebalikan dari FMEA yang meramal kegagalan unit produk dari kegagalan part, FTA digunakan untuk menentukan part yang menyebabkan kegagalan unit produk.
Jika FMEA merupakan sebuah teknik analitik secara kwalitatif, maka FTA mampu untuk mengadakan analisa kwantitatif.
Maka jika nilai kegagalan part diketahui, maka nilai kegagalan unit produk dapat dikalkulasi.
CAPABILITY PROCESS (CP)
Konsep :
Variasi bersifat alami & biasanya terdistribusi normal, sehingga data tersebar menyerupai bentuk lonceng.
Dalam distribusi normal, terdapat nilai rata-rata "MYU" dan simpangan baku "SIGMA".
Capability Proses :
Analisa Capability Proses
Dalam kegiatan produksi, ada anggapan bahwa variasi produk merupakan kewajaran. Tidak mungkin untuk memproduksi 1000 motor yang benar-benar identik, pelayanan yang tanpa keluhan sama sekali.
Pada Total Quality Management, variasi tetap dianggap bisa terjadi, namun harus diperhatikan variasi yang tidak normal (special cause).
Metode untuk mengukur variasi proses terhadap spesifikasi limit yang ditentukan adalah dengan melakukan analisa capability proses.
Analisa CP : Analisa untuk menilai kemampuan suatu proses untuk memenuhi spesifikasi yang sudah ditentukan
Spesifikasi merupakan batas nilai yang dapat diterima (Mis. ditentukan didrawing).
Capability Proses (CP) : Indek perbandingan nilai spesifikasi(USL-LSL) terhadap penyebaran nilai proses(6 SIGMA), atau dirumuskan :(USL-LSL)/6 SIGMA.
CPK : CP yang memperhatikan faktor bias "K", yaitu nilai yang lebih minim antara nilai CPKA (kanan) atau CPKI (kiri), atau dirumuskan : Min {(USL-MYU)/(3 SIGMA);(MYU-LSL) / (3 SIGMA)}
Variasi bersifat alami & biasanya terdistribusi normal, sehingga data tersebar menyerupai bentuk lonceng.
Dalam distribusi normal, terdapat nilai rata-rata "MYU" dan simpangan baku "SIGMA".
Capability Proses :
Analisa Capability Proses
Dalam kegiatan produksi, ada anggapan bahwa variasi produk merupakan kewajaran. Tidak mungkin untuk memproduksi 1000 motor yang benar-benar identik, pelayanan yang tanpa keluhan sama sekali.
Pada Total Quality Management, variasi tetap dianggap bisa terjadi, namun harus diperhatikan variasi yang tidak normal (special cause).
Metode untuk mengukur variasi proses terhadap spesifikasi limit yang ditentukan adalah dengan melakukan analisa capability proses.
Analisa CP : Analisa untuk menilai kemampuan suatu proses untuk memenuhi spesifikasi yang sudah ditentukan
Spesifikasi merupakan batas nilai yang dapat diterima (Mis. ditentukan didrawing).
Capability Proses (CP) : Indek perbandingan nilai spesifikasi(USL-LSL) terhadap penyebaran nilai proses(6 SIGMA), atau dirumuskan :(USL-LSL)/6 SIGMA.
CPK : CP yang memperhatikan faktor bias "K", yaitu nilai yang lebih minim antara nilai CPKA (kanan) atau CPKI (kiri), atau dirumuskan : Min {(USL-MYU)/(3 SIGMA);(MYU-LSL) / (3 SIGMA)}
Control Chart pertama kali
diperkenalkan oleh Dr. A.W. Shewhart di Bell Telephone Laboratories pada tahun
1924.
Dr. A.W.Shewhart dan rekan-rekannya terus mengembangkan diagram-diagram pengendalian mutu selama th 1920-1930.
Dengan teknik-teknik ini, proses penyediaan barang-barang produksi dan jasa dapat lebih mudah diperkirakan dan lebih konsisten.
Apabila suatu barang atau jasa diproduksi, hasilnya akan tidak persis 100 % sama, hanya similar tetapi tidak identik, hal ini dikarenakan adanya variasi.
Variasi merupakan hal yang normal dan wajar, namun Shewhart menganggap variabilitas terdiri atas sesuatu yang dapat dikontrol (variasi terkontrol) dan sesuatu yang tak terkontrol (variasi tak terkontrol).
Variasi terkontrol :
Yaitu variasi karena sebab-sebab umum (common cause), yang terjadi secara alamiah merupakan hal yang bisa diprediksi dan bersifat stabil. Shewhart awalnya menyebut hal ini sebagai chance cause.
Variasi tak terkontrol :
Variasi karena sebab-sebab khusus (special causes), adalah variasi yang terjadi bila suatu kejadian abnormal masuk kedalam suatu proses dan menghasilkan perubahan yang tidak diharapkan dan tidak dapat diprediksi sebelumnya. Shewhart awalnya menyebut hal ini sebagai assignable cause.
Control Chart / Bagan Kendali : Merupakan bagan yang terdiri atas garis UCL (Upper Control Limit) dan LCL (Lower Control Limit) sebagai batas pengendalian proses produksi dan memberikan sinyal apabila ada ketidaknormalan proses.
Pemilihan Control Limit : ± 3SIGMA
“99.7% of the Data”
Sekitar 99.7% data dalam rentang ± 3SIGMA dari centre line. ( 99.7% dari data berada dalam rentang control limit),
Sehingga 1 - 0.997 = 0.003 or 0.3% 3SIGMA (or 0.3% dari data pada area luar the control limit).
Kegunaan Control Charts :
1.Untuk identifikasi variasi penyebab khusus / special cause / assignable cause.
2.Untuk memberikan sistem peringatan dini (sinyal) pada suatu proses produksi sehingga tidak sampai terjadi cacat produk. Untuk analisa lebih lanjut mengenai penyebab khusus, methode SPC lain (pareto, fishbone dsb) dapat digunakan.
3.Alat untuk memahami variasi proses, dan membantu proses menjadi stabil, setelah proses stabil dapat dilakukan improvement sehingga mencapai centering.
Memberikan komunikasi teknik antara shift 1, 2,3… , m/c 1,2,3… , line 1,2,3 …, operator 1,2,3… , s/c 1,2,3 ….dan sebagainya.
Besar Subgroup :
Memperhatikan faktor : Biaya, tingkat produksi, sensitifitas pendeteksian
Jumlah Subgroup :
Minimal 25 sub group yang berisi sekitar 100 data adalah cukup untuk mengukur kestabilan proses dan supaya special causes mempunyai kesempatan untuk muncul.
Batas Pengendali :
Batas pengendali 3 sigma --> 0.0027 peluang salah signal.
Kondisi Ideal:
‘ukuran subgroup besar sesering mungkin
Jenis Control Chart :
1.Ind.X and mR Chart : Adalah diagram yang memonitor setiap nilai individu yang diamati dalam proses digunakan :
a.Untuk data variabel.
b.Jumlah sampel per subgrup 1.
c.Untuk produk homogen.
d.Untuk dangerous or destructive test
2.XBar-R Chart :
Digunakan :
a.Untuk data variabel
b.Jumlah sampel (n) per subgrup 2 – 9
c.Jika rata – rata mudah dihitung
3.P & NP Chart
3.1.p-chart (defective/cacat):
Apabila jumlah sample (n) tidak konstan,& jumlah maksimal cacat = jumlah sample (n).
3.2.np-chart (defective/cacat)
Apabila jumlah sample (n) konstan, dan jumlah maksimal cacat = jumlah sample (n).
Digunakan :
a.Untuk data attribut
b.Menggunakan prinsip Binomial
c.Untuk sample n = c (konstan) pakai np-chart.
d.Untuk sample n tidak konstan memakai p-chart
4.C & U Chart
4.1.c-chart (defect/kecacatan)
Apabila jumlah sample (n) konstan, dan jumlah maksimal kecacatan bisa <,> atau = jumlah sample (n).
4.2.u-chart (defect/kecacatan)
Apabila jumlah sample (n) tidak konstan, dan jumlah maksimal kecacatan bisa <,> atau = jumlah sample (n).
Defect / kecacatan menunjukkan jenis cacat yang terjadi misal buram, kotor, meler, tipis, gores untuk painting, sehingga untuk sample 1 part bisa terdiri atas lebih dari 1 defect/kecacatan.
Digunakan :
a.Untuk data attribut
b.Menggunakan prinsip Poisson
c.C chart untuk sample (n) = c (konstan).
d.U chart utk sample (n) tidak kontan.
Dr. A.W.Shewhart dan rekan-rekannya terus mengembangkan diagram-diagram pengendalian mutu selama th 1920-1930.
Dengan teknik-teknik ini, proses penyediaan barang-barang produksi dan jasa dapat lebih mudah diperkirakan dan lebih konsisten.
Apabila suatu barang atau jasa diproduksi, hasilnya akan tidak persis 100 % sama, hanya similar tetapi tidak identik, hal ini dikarenakan adanya variasi.
Variasi merupakan hal yang normal dan wajar, namun Shewhart menganggap variabilitas terdiri atas sesuatu yang dapat dikontrol (variasi terkontrol) dan sesuatu yang tak terkontrol (variasi tak terkontrol).
Variasi terkontrol :
Yaitu variasi karena sebab-sebab umum (common cause), yang terjadi secara alamiah merupakan hal yang bisa diprediksi dan bersifat stabil. Shewhart awalnya menyebut hal ini sebagai chance cause.
Variasi tak terkontrol :
Variasi karena sebab-sebab khusus (special causes), adalah variasi yang terjadi bila suatu kejadian abnormal masuk kedalam suatu proses dan menghasilkan perubahan yang tidak diharapkan dan tidak dapat diprediksi sebelumnya. Shewhart awalnya menyebut hal ini sebagai assignable cause.
Control Chart / Bagan Kendali : Merupakan bagan yang terdiri atas garis UCL (Upper Control Limit) dan LCL (Lower Control Limit) sebagai batas pengendalian proses produksi dan memberikan sinyal apabila ada ketidaknormalan proses.
Pemilihan Control Limit : ± 3SIGMA
“99.7% of the Data”
Sekitar 99.7% data dalam rentang ± 3SIGMA dari centre line. ( 99.7% dari data berada dalam rentang control limit),
Sehingga 1 - 0.997 = 0.003 or 0.3% 3SIGMA (or 0.3% dari data pada area luar the control limit).
Kegunaan Control Charts :
1.Untuk identifikasi variasi penyebab khusus / special cause / assignable cause.
2.Untuk memberikan sistem peringatan dini (sinyal) pada suatu proses produksi sehingga tidak sampai terjadi cacat produk. Untuk analisa lebih lanjut mengenai penyebab khusus, methode SPC lain (pareto, fishbone dsb) dapat digunakan.
3.Alat untuk memahami variasi proses, dan membantu proses menjadi stabil, setelah proses stabil dapat dilakukan improvement sehingga mencapai centering.
Memberikan komunikasi teknik antara shift 1, 2,3… , m/c 1,2,3… , line 1,2,3 …, operator 1,2,3… , s/c 1,2,3 ….dan sebagainya.
Besar Subgroup :
Memperhatikan faktor : Biaya, tingkat produksi, sensitifitas pendeteksian
Jumlah Subgroup :
Minimal 25 sub group yang berisi sekitar 100 data adalah cukup untuk mengukur kestabilan proses dan supaya special causes mempunyai kesempatan untuk muncul.
Batas Pengendali :
Batas pengendali 3 sigma --> 0.0027 peluang salah signal.
Kondisi Ideal:
‘ukuran subgroup besar sesering mungkin
Jenis Control Chart :
1.Ind.X and mR Chart : Adalah diagram yang memonitor setiap nilai individu yang diamati dalam proses digunakan :
a.Untuk data variabel.
b.Jumlah sampel per subgrup 1.
c.Untuk produk homogen.
d.Untuk dangerous or destructive test
2.XBar-R Chart :
Digunakan :
a.Untuk data variabel
b.Jumlah sampel (n) per subgrup 2 – 9
c.Jika rata – rata mudah dihitung
3.P & NP Chart
3.1.p-chart (defective/cacat):
Apabila jumlah sample (n) tidak konstan,& jumlah maksimal cacat = jumlah sample (n).
3.2.np-chart (defective/cacat)
Apabila jumlah sample (n) konstan, dan jumlah maksimal cacat = jumlah sample (n).
Digunakan :
a.Untuk data attribut
b.Menggunakan prinsip Binomial
c.Untuk sample n = c (konstan) pakai np-chart.
d.Untuk sample n tidak konstan memakai p-chart
4.C & U Chart
4.1.c-chart (defect/kecacatan)
Apabila jumlah sample (n) konstan, dan jumlah maksimal kecacatan bisa <,> atau = jumlah sample (n).
4.2.u-chart (defect/kecacatan)
Apabila jumlah sample (n) tidak konstan, dan jumlah maksimal kecacatan bisa <,> atau = jumlah sample (n).
Defect / kecacatan menunjukkan jenis cacat yang terjadi misal buram, kotor, meler, tipis, gores untuk painting, sehingga untuk sample 1 part bisa terdiri atas lebih dari 1 defect/kecacatan.
Digunakan :
a.Untuk data attribut
b.Menggunakan prinsip Poisson
c.C chart untuk sample (n) = c (konstan).
d.U chart utk sample (n) tidak kontan.
CAUSE & EFFECT DIAGRAM
Pada tahun 1953, Kaoru
Ishikawa, Profesor dari Universitas Tokyo, meng summary kan diskusi para Insinyur tentang
permasalahan kualitas pada suatu pabrik dalam bentuk cause & effect
diagram.
Dan inilah pertama kalinya cause & effect diagram diperkenalkan yang akhirnya dipakai secara luas di seluruh perusahaan di Jepang.
Cause & Effect Diagrams
Dilahirkan di Tokyo, anak tertua dari 8 bersaudara dari Ichiro Ishikawa. Tahun 1939 lulus dari Universitas Tokyo dengan gelar sarjana pada bidang applied chemistry.
Cause & Effect Diagrams
Sebagaimana tertera di JIS (Japanese Industrial Control), cause & effect diagram adalah : diagram yang menunjukkan hubungan antara karakteristik kualitas dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Cause & effect diagram juga dinamakan “fishbone diagram”, karena terlihat seperti tulang ikan.
Kadangkala juga dinamakan “tree” atau “ river” diagram.
Faktor -faktor penyusun karakteristik produk
dapat dikategorikan :
1.The 8 P's : Price, Promotion, People, Processes, Place / Plant, Policies, Procedures & Product (or Service) yang direkomendasikan untuk administrasi dan industri jasa.
2.The 4 S's : Surroundings, Suppliers, Systems, Skills yang direkomendasikan untuk industri jasa.
3.The 6 M's : Machine, Method, Materials, Measurement, Man and Mother Nature (Environment) direkomendasikan untuk industri manufaktur.
Note: pengkategorian terbaru untuk industri manufaktur : Machine, Methode, Man, Material, Management & Environment 5 M & 1E.
Faktor - faktor yang berpengaruh serta krakteristik kualitas seharusnya spesifik, terukur dan dapat terkontrol.
Effect / akibat : Karakteristik kualitas
Causes / sebab - sebab : Faktor - faktor yang berpengaruh
Cause & Effect Diagrams
Langkah pembuatan causes & effect
diagram :
1. Tentukan karakteristik kualitas yang akan diamati, usahakan adanya ukuran untuk masalah tersebut, sehingga perbandingan sebelum dan setelah perbaikan dapat dilakukan.
2. Cari sebab-sebab utama (primary causes) yang berpengaruh pada akibat (effect) dan isi pada kotak - kotak Causes yang ada dipangkal bigbone.
3. Cari sebab-sebab kedua (secondary causes) yang berpengaruh pada sebab-sebab utama (primary causes) sebagai medium bone.
4. Cari sebab-sebab ketiga (tertiary causes) yang berpengaruh pada seba-sebab kedua (secondary causes) sebagai small bone.
5. Setelah tertulis lengkap semua penyebab-penyebabnya, amati penyebab yang paling dominan berdasarkan diagram Pareto.
Apabila analisa tidak dapat dilakukan, pilihlah faktor-faktor penyebab yang diduga paling berpengaruh berdasarkan prinsip brainstorming*. Kemudian lakukan pengamatan lapangan untuk memastikan faktor -faktor yang diduga paling berpengaruh tersebut. Dan susunlah ulang cause & effect diagram tersebut.
*Teknik brainstorming diperkenalkan oleh A.F Osborn dalam bukunya Your Creative Power pada tahun 1948.
Dan inilah pertama kalinya cause & effect diagram diperkenalkan yang akhirnya dipakai secara luas di seluruh perusahaan di Jepang.
Cause & Effect Diagrams
Dilahirkan di Tokyo, anak tertua dari 8 bersaudara dari Ichiro Ishikawa. Tahun 1939 lulus dari Universitas Tokyo dengan gelar sarjana pada bidang applied chemistry.
Cause & Effect Diagrams
Sebagaimana tertera di JIS (Japanese Industrial Control), cause & effect diagram adalah : diagram yang menunjukkan hubungan antara karakteristik kualitas dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Cause & effect diagram juga dinamakan “fishbone diagram”, karena terlihat seperti tulang ikan.
Kadangkala juga dinamakan “tree” atau “ river” diagram.
Faktor -faktor penyusun karakteristik produk
dapat dikategorikan :
1.The 8 P's : Price, Promotion, People, Processes, Place / Plant, Policies, Procedures & Product (or Service) yang direkomendasikan untuk administrasi dan industri jasa.
2.The 4 S's : Surroundings, Suppliers, Systems, Skills yang direkomendasikan untuk industri jasa.
3.The 6 M's : Machine, Method, Materials, Measurement, Man and Mother Nature (Environment) direkomendasikan untuk industri manufaktur.
Note: pengkategorian terbaru untuk industri manufaktur : Machine, Methode, Man, Material, Management & Environment 5 M & 1E.
Faktor - faktor yang berpengaruh serta krakteristik kualitas seharusnya spesifik, terukur dan dapat terkontrol.
Effect / akibat : Karakteristik kualitas
Causes / sebab - sebab : Faktor - faktor yang berpengaruh
Cause & Effect Diagrams
Langkah pembuatan causes & effect
diagram :
1. Tentukan karakteristik kualitas yang akan diamati, usahakan adanya ukuran untuk masalah tersebut, sehingga perbandingan sebelum dan setelah perbaikan dapat dilakukan.
2. Cari sebab-sebab utama (primary causes) yang berpengaruh pada akibat (effect) dan isi pada kotak - kotak Causes yang ada dipangkal bigbone.
3. Cari sebab-sebab kedua (secondary causes) yang berpengaruh pada sebab-sebab utama (primary causes) sebagai medium bone.
4. Cari sebab-sebab ketiga (tertiary causes) yang berpengaruh pada seba-sebab kedua (secondary causes) sebagai small bone.
5. Setelah tertulis lengkap semua penyebab-penyebabnya, amati penyebab yang paling dominan berdasarkan diagram Pareto.
Apabila analisa tidak dapat dilakukan, pilihlah faktor-faktor penyebab yang diduga paling berpengaruh berdasarkan prinsip brainstorming*. Kemudian lakukan pengamatan lapangan untuk memastikan faktor -faktor yang diduga paling berpengaruh tersebut. Dan susunlah ulang cause & effect diagram tersebut.
*Teknik brainstorming diperkenalkan oleh A.F Osborn dalam bukunya Your Creative Power pada tahun 1948.
SCATTER DIAGRAM
Di dalam kenyataan,
seringkali terdapat hubungan antara dua variabel yang saling berhubungan.
Sebagai contoh hubungan antara perubahan kecepatan di proses machining dengan dimensional part, hubungan antara tingkat penjualan dengan banyaknya kunjungan sales, hubungan antara tingkat kerajinan siswa dengan nilai pelajaran dsb.
Dengan scatter diagram, hubungan antara dua variabel diatas dapat dipelajari.
Sehingga diagram scatter didefinisikan sebagai diagram yang mempelajari hubungan sebab-akibat antara variabel-variabel yang saling berhubungan, yaitu variabel independent yang biasanya diplot pada sumbu x dan variabel dependent yang biasanya diplot pada sumbu y.
Sebagai contoh hubungan antara perubahan kecepatan di proses machining dengan dimensional part, hubungan antara tingkat penjualan dengan banyaknya kunjungan sales, hubungan antara tingkat kerajinan siswa dengan nilai pelajaran dsb.
Dengan scatter diagram, hubungan antara dua variabel diatas dapat dipelajari.
Sehingga diagram scatter didefinisikan sebagai diagram yang mempelajari hubungan sebab-akibat antara variabel-variabel yang saling berhubungan, yaitu variabel independent yang biasanya diplot pada sumbu x dan variabel dependent yang biasanya diplot pada sumbu y.
Masalah kualitas muncul
dalam bentuk “defect”.
Adalah penting untuk melakukan klarifikasi pola distribusi dan menemukan penyebab utama “defect” tersebut.
Jika penyebab utama dari “defect” dapat diidentifikasi, kita dapat menghilangkan hampir dari seluruh masalah “defect” itu sendiri, yaitu dengan memusatkan perhatian pada penyebab-penyebab utama ini.
Pada tahun 1897, ahli ekonomi & sosiologi Italia Vilfredo Pareto mempresentasikan formula distribusi dari kekayaan berbagai negara.
Teori yang serupa disampaikan oleh ahli ekonomi US M.C. Lorenz pada tahun 1907.
Keduanya menekankan bahwa sebagian besar dari kekayaan atau kemakmuran hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk / negara.
Dalam bidang Quality Control, Dr. J. M. Juran (pakar manajemen kualitas) mengaplikasikan metode diagram Lorenz’s sebagai formula untuk mengklasifikasikan masalah kualitas kedalam “vital few”(sedikit tapi penting) dan “the trivial many” (banyak tapi tidak penting) & menamakannya Analisa Pareto.
Hal ini dikenal dengan aturan “ vital view and trivial many” atau 20 % dari sesuatu bertanggungjawab akan 80% hasil-hasilnya.
Penekanannya adalah : dalam banyak kasus, sebagian besar masalah defect, hanya disumbang oleh sebagian kecil penyebab utama. (Prinsip 80/20)
Bagaimana membuat Pareto Diagram :
Langkah 1 :
a.Memutuskan masalah yang akan diselidiki
Mis : Item defect, kerugian keuangan, kejadian kecelakaan.
b.Menentukan data apa yang diperlukan dan bagaimana untuk mengklasifikasikannya
Mis : berdasar tipe data, lokasi, proses, mesin, pekerja dsb
c.Menentukan metode pengumpulan data dan periodenya
Langkah 2
Merancang lembar pengisian data.
Langkah 3
Mengisi lembar pengisian data dan menghitung jumlah total pencatatan. (Tabel 3.1)
Langkah 4
Membuat daftar data sheet untuk diagram Pareto yang berisi tipe defect, jumlah defect, nilai kumulatif defect, persentase defect & persentase kumulatif defect.
Langkah 5
Susunlah item defect berdasarkan jumlah,
dan mengisi daftar data sheet untuk diagram Pareto.
Note : Item defect “others” harus diletakkan di bagian bawah, tidak perduli berapapun besarnya. Hal ini disebabkan “others” terdiri dari berbagai komponen defect yang secara nilai lebih kecil dibandingkan dengan item defect yang sudah didefinisikan.
Langkah 6
a.Gambar dua sumbu vertikal dan horisontal.
b.Bagi sumbu vertikal sisi kiridengan skala dari 0 sampai sejumlah total number defect.
c.Bagi sumbu vertikal sisi kanandengan skala dari 0% ke 100%.
d.Bagi sumbu horisontal dengan jumlah interval
sesuai dengan tipe defect.
Langkah 7
Buat diagram batang. Item defect yang mempunyai jumlah terbanyak diurut dari kiri ke kanan, tempatkan others di bagian paling kanan.
Langkah 8
a.Gambar Kurva Kumulative (Kurva Pareto).
b.Tandai nilai kumulatif (kumulatif total atau kumulatif %), di sebelah kanan interval masing-masing item defect, dan hubungkan dengan garis.
Langkah 9
a.Tulislah hal-hal yang dianggap perlu pada diagram Pareto :
b.Hal yang berhubungan dengan diagram : seperti title, nama pembuat diagram pareto dsb.
c.Hal yang berhubungan dengan data : periode, subyek dan tempat pengambilan data serta total jumlah data yang diambil.
Ada 2 tipe diagram Pareto :
1.Diagram Pareto berdasar kejadian / hasil yang terjadi:
Adalah diagram yang berkaitan dengan hasil yang tak diinginkan, dan dipakai untuk mencari tahu apa yang menjadi penyebab utama permasalahan :
a.Quality : defect, kegagalan, complain, part kembalian, repair.
b.Cost : nilai kerugian, pengeluaran
c.Delivery : stock shortage, delivery tertunda, default pembayaran
d.Safety : kecelakaan, kelalaian
2. Diagram Pareto berdasarkan penyebab :
Adalah diagram yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab defect yang ditemukan di proses produksi, dan digunakan untuk mencari tahu penyebab utama defect tersebut :
a.Operator : shift, grup, umur, pengalaman, ketrampilan, kepribadian
b.Mesin : mesin, peralatan, instrumentasi
c.Material mentah : manufaktur, lot
d.Methode : instruksi kerja, SOP
Kegunaan Diagram Pareto :
1.Menunjukkan persoalan utama.
2.Menyatakan perbandingan masing masing persoalan terhadap keseluruhan.
3.Menunjukkan perbandingan sebelum dan setelah perbaikan.
4.Untuk prioritas penyelesaian persoalan
Adalah penting untuk melakukan klarifikasi pola distribusi dan menemukan penyebab utama “defect” tersebut.
Jika penyebab utama dari “defect” dapat diidentifikasi, kita dapat menghilangkan hampir dari seluruh masalah “defect” itu sendiri, yaitu dengan memusatkan perhatian pada penyebab-penyebab utama ini.
Pada tahun 1897, ahli ekonomi & sosiologi Italia Vilfredo Pareto mempresentasikan formula distribusi dari kekayaan berbagai negara.
Teori yang serupa disampaikan oleh ahli ekonomi US M.C. Lorenz pada tahun 1907.
Keduanya menekankan bahwa sebagian besar dari kekayaan atau kemakmuran hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk / negara.
Dalam bidang Quality Control, Dr. J. M. Juran (pakar manajemen kualitas) mengaplikasikan metode diagram Lorenz’s sebagai formula untuk mengklasifikasikan masalah kualitas kedalam “vital few”(sedikit tapi penting) dan “the trivial many” (banyak tapi tidak penting) & menamakannya Analisa Pareto.
Hal ini dikenal dengan aturan “ vital view and trivial many” atau 20 % dari sesuatu bertanggungjawab akan 80% hasil-hasilnya.
Penekanannya adalah : dalam banyak kasus, sebagian besar masalah defect, hanya disumbang oleh sebagian kecil penyebab utama. (Prinsip 80/20)
Bagaimana membuat Pareto Diagram :
Langkah 1 :
a.Memutuskan masalah yang akan diselidiki
Mis : Item defect, kerugian keuangan, kejadian kecelakaan.
b.Menentukan data apa yang diperlukan dan bagaimana untuk mengklasifikasikannya
Mis : berdasar tipe data, lokasi, proses, mesin, pekerja dsb
c.Menentukan metode pengumpulan data dan periodenya
Langkah 2
Merancang lembar pengisian data.
Langkah 3
Mengisi lembar pengisian data dan menghitung jumlah total pencatatan. (Tabel 3.1)
Langkah 4
Membuat daftar data sheet untuk diagram Pareto yang berisi tipe defect, jumlah defect, nilai kumulatif defect, persentase defect & persentase kumulatif defect.
Langkah 5
Susunlah item defect berdasarkan jumlah,
dan mengisi daftar data sheet untuk diagram Pareto.
Note : Item defect “others” harus diletakkan di bagian bawah, tidak perduli berapapun besarnya. Hal ini disebabkan “others” terdiri dari berbagai komponen defect yang secara nilai lebih kecil dibandingkan dengan item defect yang sudah didefinisikan.
Langkah 6
a.Gambar dua sumbu vertikal dan horisontal.
b.Bagi sumbu vertikal sisi kiridengan skala dari 0 sampai sejumlah total number defect.
c.Bagi sumbu vertikal sisi kanandengan skala dari 0% ke 100%.
d.Bagi sumbu horisontal dengan jumlah interval
sesuai dengan tipe defect.
Langkah 7
Buat diagram batang. Item defect yang mempunyai jumlah terbanyak diurut dari kiri ke kanan, tempatkan others di bagian paling kanan.
Langkah 8
a.Gambar Kurva Kumulative (Kurva Pareto).
b.Tandai nilai kumulatif (kumulatif total atau kumulatif %), di sebelah kanan interval masing-masing item defect, dan hubungkan dengan garis.
Langkah 9
a.Tulislah hal-hal yang dianggap perlu pada diagram Pareto :
b.Hal yang berhubungan dengan diagram : seperti title, nama pembuat diagram pareto dsb.
c.Hal yang berhubungan dengan data : periode, subyek dan tempat pengambilan data serta total jumlah data yang diambil.
Ada 2 tipe diagram Pareto :
1.Diagram Pareto berdasar kejadian / hasil yang terjadi:
Adalah diagram yang berkaitan dengan hasil yang tak diinginkan, dan dipakai untuk mencari tahu apa yang menjadi penyebab utama permasalahan :
a.Quality : defect, kegagalan, complain, part kembalian, repair.
b.Cost : nilai kerugian, pengeluaran
c.Delivery : stock shortage, delivery tertunda, default pembayaran
d.Safety : kecelakaan, kelalaian
2. Diagram Pareto berdasarkan penyebab :
Adalah diagram yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab defect yang ditemukan di proses produksi, dan digunakan untuk mencari tahu penyebab utama defect tersebut :
a.Operator : shift, grup, umur, pengalaman, ketrampilan, kepribadian
b.Mesin : mesin, peralatan, instrumentasi
c.Material mentah : manufaktur, lot
d.Methode : instruksi kerja, SOP
Kegunaan Diagram Pareto :
1.Menunjukkan persoalan utama.
2.Menyatakan perbandingan masing masing persoalan terhadap keseluruhan.
3.Menunjukkan perbandingan sebelum dan setelah perbaikan.
4.Untuk prioritas penyelesaian persoalan
Kegunaan dari Histogram
adalah untuk mengetahui distribusi / penyebaran data sehingga dengan demikian
didapatkan informasi yang lebih banyak dari data tersebut dan akan memudahkan
untuk mendapatkan kesimpulan dari data tersebut.
Mengkaji Histogram :
1.Bentuk normal (simetris / bentuk lonceng):
Harga rata rata histogram terletak ditengah range data.
Frekuensi data paling tinggi di tengah dan menurun
secara bertahap dan simetris pada kedua sisinya.
Catatan : Bentuk ini merupakan bentuk yang paling
sering dijumpai.
2. Bentuk Moltimodal :
Kelas dalam urutan nomor genap mempunyai frekuensilebih kecil / sedikit dibanding dengan sisiluarnya.
Catatan : Bentuk ini bisa terjadi bila jumlah data tidak menentu pada masing2 kelas ada kecenderungan pengumpulan / pembulatan data yang kurang tepat.
4. Bentuk Curam Dikiri :
Harga rata2 histogram terletak jauh disebelah kiri dari range dan frekuensi disisi kiri turun menjadi nol secara tiba tiba.
Catatan : Bentuk ini mungkin disebabkan adanya batasan yang tidak boleh dilampaui di sisi kiri (data yang dibawah batas bawah tidak dipakai.
5. Bentuk Plateum :
Bentuk ini terjadi bila frekuensi di masing masing kelas hampir sama dan hanya pada ujung 2yang berbeda cukup banyak.
Catatan : Bentuk ini mungkin disebabkan adanya penggabungan beberapa kumpulan data yang mempunyai harga rata-rata berdekatan.
6.Bentuk dengan 2 puncak
Pada bentuk ini frekuensinya dibagian tengah agak rendah dan terdapat 2 puncak di masing2 sisinya.
Catatan : Bentuk ini dapat terjadi bila ada penggabungan 2 kumpulan data yang harga rata-ratanya berbeda jauh.
7.Bentuk dengan puncak terpisah
Pada bentuk ini terdapat puncak kecil yang terpisah dari bentuk histogram yang normal.
Catatan : Bentuk ini bisa terjadi bila terdapat pena-mbahan kumpulan data dalam jumlah kecil dengan distribusi berbeda. Bisa juga terjadi bila salah pengukuran, pemasukan data dari proses lain atau ketidakberesan / ketidaknormalan dalam proses.
Mengkaji Histogram :
1.Bentuk normal (simetris / bentuk lonceng):
Harga rata rata histogram terletak ditengah range data.
Frekuensi data paling tinggi di tengah dan menurun
secara bertahap dan simetris pada kedua sisinya.
Catatan : Bentuk ini merupakan bentuk yang paling
sering dijumpai.
2. Bentuk Moltimodal :
Kelas dalam urutan nomor genap mempunyai frekuensilebih kecil / sedikit dibanding dengan sisiluarnya.
Catatan : Bentuk ini bisa terjadi bila jumlah data tidak menentu pada masing2 kelas ada kecenderungan pengumpulan / pembulatan data yang kurang tepat.
4. Bentuk Curam Dikiri :
Harga rata2 histogram terletak jauh disebelah kiri dari range dan frekuensi disisi kiri turun menjadi nol secara tiba tiba.
Catatan : Bentuk ini mungkin disebabkan adanya batasan yang tidak boleh dilampaui di sisi kiri (data yang dibawah batas bawah tidak dipakai.
5. Bentuk Plateum :
Bentuk ini terjadi bila frekuensi di masing masing kelas hampir sama dan hanya pada ujung 2yang berbeda cukup banyak.
Catatan : Bentuk ini mungkin disebabkan adanya penggabungan beberapa kumpulan data yang mempunyai harga rata-rata berdekatan.
6.Bentuk dengan 2 puncak
Pada bentuk ini frekuensinya dibagian tengah agak rendah dan terdapat 2 puncak di masing2 sisinya.
Catatan : Bentuk ini dapat terjadi bila ada penggabungan 2 kumpulan data yang harga rata-ratanya berbeda jauh.
7.Bentuk dengan puncak terpisah
Pada bentuk ini terdapat puncak kecil yang terpisah dari bentuk histogram yang normal.
Catatan : Bentuk ini bisa terjadi bila terdapat pena-mbahan kumpulan data dalam jumlah kecil dengan distribusi berbeda. Bisa juga terjadi bila salah pengukuran, pemasukan data dari proses lain atau ketidakberesan / ketidaknormalan dalam proses.
Measurement System Analysis
:
Analisa system pengukuran sehingga didapatkan hasil pengukuran yang benar-benar akurat, presisi dan dapat dipertanggung-jawabkan.
Applikasi MSA
1. Kriteria penerimaan alat ukur baru.
2. Metode untuk perbandingan beberapa alat ukur / sistem pengukuran.
3. Dasar penilaian alat ukur yang diduga bermasalah.
4. Perbandingan alat ukur sebelum & setelah perbaikan.
5. Salah satu komponen dalam menghitung variasi proses, dan level yang dapat diterima untuk proses produksi
Konsep Dasar :
Variasi : Kuadrat dari standard deviasi
Standar Deviasi / Simpangan Baku "Sigma" : Ukuran penyebaran data terhadap rata – ratanya.
Total variasi yang diamati dalam pengukuran suatu produk adalah penjumlahan variasi produk itu sendiri dan variasi dari pengukuran.
Tujuan dari MSA adalah mengusahakan agar variasi pengukuran menjadi seminimal mungkin.
Dirumuskan :
Total Variasi = Variasi produk + Variasi pengukuran
MSA dapat diklasifikasikan dua, yaitu Precision & Accuracy :
1.Precision / Presisi adalah variasi part saat diukur beberapa kali dengan alat ukur yang sama.
2.Accuracy / Akurasi adalah perbedaan antara hasil pengukuran part dengan nilai sebenarnya dari part tersebut.
Note :
Selain itu, MSA juga dapat untuk memastikan bahwa sistem pengukuran dapat mendeteksi perubahan kecil yang ada di part (discrimination).
Accuracy mempunyai 3 komponen :
1. Stability : pengukuran harus mempunyai nilai yang sama baik di “masa lalu” maupun di ”masa datang”. (TIME BASE).
2. Linearity : pengukuran memberikan pembacaan yang tepat pada rentang ukuran tertentu. (SCALE BASE).
3. Bias : perbedaan nilai rata-rata pengukuran dengan nilai sebenarnya / true value.
Precision mempunyai 2 Komponen :
1. Repeatability : variasi alat ukur yang terjadi ketika operator sama mengukur part sama, dengan alat ukur yang sama juga berulang kali.
2. Reproducibility : variasi diakibatkan oleh operator yang berbeda, mengukur part ukur yang sama dengan alat ukur yang sama.
Discrimination : Sistem pengukuran harus mampu membagi nilai terkecil dari distribusi normal (± 3 sigma) menjadi minimal 5 kategori. Mis, sebuah Caliper resolusi 0.1 mm dapat mengukur part (mis dimensi 10.0 mm ) dengan hasil : 10.1, 9.8, 9.9, 10.0, 10.2. Ditunjukkan dengan Number of Distinct Category (Min 5).
Kriteria Penerimaan Sistem Pengukuran
dilakukan dengan melakukan analisa Gauge R & R(Repeatability & Reproducibility) sehingga dapat dilihat ke PRESISI an sistem pengukuran, yaitu :
1. Dengan melihat % Study Variasi dapat dilihat variasi Repeatability & variasi Reproducibility.
2. Dengan melihat Discrimination / Number of distinct Categories dapat dilihat apakah sistem pengukuran mampu membedakan berbagai part ukur yang berbeda ukurannya.
3. Dengan melihat P value, dapat dilihat apakah ada kecenderungan interaksi antara operator dengan part yang diukur (mis. Part dengan bentuk, jenis, ukuran tertentu).
Standar Gage R & R :
A. Standard % Study Variasi (SV) :
% SV < 10 % (Gage dapat diterima).
10 % < % SV < 30 % (Gage diterima dengan persyaratan tertentu).
% SV > 30 % (Gage tidak diterima).
B. Standard Number of Distintc Categories (NDC) min 5.
C. Standard P value :
P value > 0.25 berarti tidak ada interaksi operator dengan part.
P value < 0.25 berarti ada interaksi operator dengan part.
Gauge R & R
Ada 2 methode :
1. Crossed Methode (Silang): apabila part ukur yang sudah diukur operator pertama dapat diukur ulang oleh operator kedua dst (bersifat tidak merusak), mis pengukuran dimensional dengan caliper dsb.
2. Nested Methode (Bersarang) : apabila part ukur yang sudah diukur oleh operator pertama tidak dapat dilakukan pengukuran ulang oleh operator kedua dst (bersifat merusak), mis pengukuran / pengujian tarik, broken test dsb.
Dengan memakai ANOVA (Analisa of Variance) dibantu dengan software Minitab, Gauge R & R dapat membedakan :
1. Variasi antar part.
2. Variasi antar operator/pengukur.
3. Variasi alat ukur (repeatability)
4. Interaksi operator/pengukur dengan part ukur.
Analisa Gage R & R :
Bila Repeatability nilainya terlalu besar (over value) dibandingkan Reproducibility, maka perlu dilihat :
1. Gage mungkin perlu dimaintenance.
2. Gage mungkin perlu di redesain supaya lebih rigid.
3. Clamp atau lokasi gage perlu diimprove.
Analisa Gage R & R
Bila Reproducibility nilainya terlalu besar (over value) dibanding Repeatability, maka perlu dilihat :
1. Operator training.
2. Akurasi dari prosedur pengukuran.
3. Kalibrasi gage tidak jelas.
Analisa system pengukuran sehingga didapatkan hasil pengukuran yang benar-benar akurat, presisi dan dapat dipertanggung-jawabkan.
Applikasi MSA
1. Kriteria penerimaan alat ukur baru.
2. Metode untuk perbandingan beberapa alat ukur / sistem pengukuran.
3. Dasar penilaian alat ukur yang diduga bermasalah.
4. Perbandingan alat ukur sebelum & setelah perbaikan.
5. Salah satu komponen dalam menghitung variasi proses, dan level yang dapat diterima untuk proses produksi
Konsep Dasar :
Variasi : Kuadrat dari standard deviasi
Standar Deviasi / Simpangan Baku "Sigma" : Ukuran penyebaran data terhadap rata – ratanya.
Total variasi yang diamati dalam pengukuran suatu produk adalah penjumlahan variasi produk itu sendiri dan variasi dari pengukuran.
Tujuan dari MSA adalah mengusahakan agar variasi pengukuran menjadi seminimal mungkin.
Dirumuskan :
Total Variasi = Variasi produk + Variasi pengukuran
MSA dapat diklasifikasikan dua, yaitu Precision & Accuracy :
1.Precision / Presisi adalah variasi part saat diukur beberapa kali dengan alat ukur yang sama.
2.Accuracy / Akurasi adalah perbedaan antara hasil pengukuran part dengan nilai sebenarnya dari part tersebut.
Note :
Selain itu, MSA juga dapat untuk memastikan bahwa sistem pengukuran dapat mendeteksi perubahan kecil yang ada di part (discrimination).
Accuracy mempunyai 3 komponen :
1. Stability : pengukuran harus mempunyai nilai yang sama baik di “masa lalu” maupun di ”masa datang”. (TIME BASE).
2. Linearity : pengukuran memberikan pembacaan yang tepat pada rentang ukuran tertentu. (SCALE BASE).
3. Bias : perbedaan nilai rata-rata pengukuran dengan nilai sebenarnya / true value.
Precision mempunyai 2 Komponen :
1. Repeatability : variasi alat ukur yang terjadi ketika operator sama mengukur part sama, dengan alat ukur yang sama juga berulang kali.
2. Reproducibility : variasi diakibatkan oleh operator yang berbeda, mengukur part ukur yang sama dengan alat ukur yang sama.
Discrimination : Sistem pengukuran harus mampu membagi nilai terkecil dari distribusi normal (± 3 sigma) menjadi minimal 5 kategori. Mis, sebuah Caliper resolusi 0.1 mm dapat mengukur part (mis dimensi 10.0 mm ) dengan hasil : 10.1, 9.8, 9.9, 10.0, 10.2. Ditunjukkan dengan Number of Distinct Category (Min 5).
Kriteria Penerimaan Sistem Pengukuran
dilakukan dengan melakukan analisa Gauge R & R(Repeatability & Reproducibility) sehingga dapat dilihat ke PRESISI an sistem pengukuran, yaitu :
1. Dengan melihat % Study Variasi dapat dilihat variasi Repeatability & variasi Reproducibility.
2. Dengan melihat Discrimination / Number of distinct Categories dapat dilihat apakah sistem pengukuran mampu membedakan berbagai part ukur yang berbeda ukurannya.
3. Dengan melihat P value, dapat dilihat apakah ada kecenderungan interaksi antara operator dengan part yang diukur (mis. Part dengan bentuk, jenis, ukuran tertentu).
Standar Gage R & R :
A. Standard % Study Variasi (SV) :
% SV < 10 % (Gage dapat diterima).
10 % < % SV < 30 % (Gage diterima dengan persyaratan tertentu).
% SV > 30 % (Gage tidak diterima).
B. Standard Number of Distintc Categories (NDC) min 5.
C. Standard P value :
P value > 0.25 berarti tidak ada interaksi operator dengan part.
P value < 0.25 berarti ada interaksi operator dengan part.
Gauge R & R
Ada 2 methode :
1. Crossed Methode (Silang): apabila part ukur yang sudah diukur operator pertama dapat diukur ulang oleh operator kedua dst (bersifat tidak merusak), mis pengukuran dimensional dengan caliper dsb.
2. Nested Methode (Bersarang) : apabila part ukur yang sudah diukur oleh operator pertama tidak dapat dilakukan pengukuran ulang oleh operator kedua dst (bersifat merusak), mis pengukuran / pengujian tarik, broken test dsb.
Dengan memakai ANOVA (Analisa of Variance) dibantu dengan software Minitab, Gauge R & R dapat membedakan :
1. Variasi antar part.
2. Variasi antar operator/pengukur.
3. Variasi alat ukur (repeatability)
4. Interaksi operator/pengukur dengan part ukur.
Analisa Gage R & R :
Bila Repeatability nilainya terlalu besar (over value) dibandingkan Reproducibility, maka perlu dilihat :
1. Gage mungkin perlu dimaintenance.
2. Gage mungkin perlu di redesain supaya lebih rigid.
3. Clamp atau lokasi gage perlu diimprove.
Analisa Gage R & R
Bila Reproducibility nilainya terlalu besar (over value) dibanding Repeatability, maka perlu dilihat :
1. Operator training.
2. Akurasi dari prosedur pengukuran.
3. Kalibrasi gage tidak jelas.
Check Sheet : sebuah form
yang berisi item pemeriksaan, dimana marking bisa ditambahkan untuk setiap item
pemeriksaan yang sudah dihitung.
Check Sheet mempunyai dua tujuan utama :
1.Untuk membuat pengumpulan data menjadi mudah.
2.Untuk penyusunan & pengolahan data selanjutnya, sehingga dapat dipakai dengan mudah.
Check Sheet & Stratifikasi:
Checksheet kadang dipakai untuk stratifikasi lebih lanjut untuk menemukan faktor penyebab defect, sehingga diperlukan untuk menggabungkan checksheet dengan stratifikasi .
Checksheet dirancang untuk tujuan awal sebagai sarana bantu pengumpulan data, kemudian dapat dilakukan berbagai variasi modifikasi, sehingga data dapat diperoleh & disimpan dengan mudah serta disesuaikan dengan sasaran yang dituju.
Stratifikasi :
Ketika memiliki data defect dan mencoba untuk mengidentifikasi penyebabnya, akan sangat membantu untuk mengambil data berdasarkan faktor mesin, operator, material, waktu, atau berbagai faktor lainnya.
Stratifikasi untuk itu adalah sebuah teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data berdasarkan penyebab.
Stratifikasi sangat penting di dalam flow proses, methode sampling dan pemrosesan data.
Elemen – elemen dan contoh stratifikasi :
1.Operator : tiap individu pekerja, grup pekerja didalam job yang sama, klasifikasi berdasar tahun pengalaman, umur dsb
2.Mesin dan peralatan : tipe mesin, plant, umur mesin, dan peralatan.
3.Material : berdasar supplier, merk, waktu delivery, lot penerimaan, waktu simpan, tempat penyimpanan dsb
4.Prosedure kerja : berdasar instruksi kerja, kondisi kerja , methode pengukuran dsb
5.Waktu : pagi, siang, sore, harian, mingguan, bulanan, sesaat setalah produksi dimulai, sesaat sebelum produksi diakhiri dsb
6.Ambience : berdasar temperatur, humidity, cuaca, angin, illumination dsb
Berdasar line baru atau lama, berdasar temapt produksi dan packing dsb
Check Sheet mempunyai dua tujuan utama :
1.Untuk membuat pengumpulan data menjadi mudah.
2.Untuk penyusunan & pengolahan data selanjutnya, sehingga dapat dipakai dengan mudah.
Check Sheet & Stratifikasi:
Checksheet kadang dipakai untuk stratifikasi lebih lanjut untuk menemukan faktor penyebab defect, sehingga diperlukan untuk menggabungkan checksheet dengan stratifikasi .
Checksheet dirancang untuk tujuan awal sebagai sarana bantu pengumpulan data, kemudian dapat dilakukan berbagai variasi modifikasi, sehingga data dapat diperoleh & disimpan dengan mudah serta disesuaikan dengan sasaran yang dituju.
Stratifikasi :
Ketika memiliki data defect dan mencoba untuk mengidentifikasi penyebabnya, akan sangat membantu untuk mengambil data berdasarkan faktor mesin, operator, material, waktu, atau berbagai faktor lainnya.
Stratifikasi untuk itu adalah sebuah teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data berdasarkan penyebab.
Stratifikasi sangat penting di dalam flow proses, methode sampling dan pemrosesan data.
Elemen – elemen dan contoh stratifikasi :
1.Operator : tiap individu pekerja, grup pekerja didalam job yang sama, klasifikasi berdasar tahun pengalaman, umur dsb
2.Mesin dan peralatan : tipe mesin, plant, umur mesin, dan peralatan.
3.Material : berdasar supplier, merk, waktu delivery, lot penerimaan, waktu simpan, tempat penyimpanan dsb
4.Prosedure kerja : berdasar instruksi kerja, kondisi kerja , methode pengukuran dsb
5.Waktu : pagi, siang, sore, harian, mingguan, bulanan, sesaat setalah produksi dimulai, sesaat sebelum produksi diakhiri dsb
6.Ambience : berdasar temperatur, humidity, cuaca, angin, illumination dsb
Berdasar line baru atau lama, berdasar temapt produksi dan packing dsb
Data merupakan unsur yang
penting dalam pelaksanaan Quality Control.
Hal ini terkait juga dengan pelaksanaan konsep dasar Quality Control yaitu bertindak dan mengambil keputusan berdasarkan fakta dan data.
Hal- hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan & penyimpanan data :
1.Sasaran pengumpulan & penyimpanan data harus jelas. (Sebagai acuan untuk tindakan selanjutnya)
2.Stratifikasikan data sesuai kebutuhan dan untuk memudahkan pengumpulan & penyimpanan data. (Per mesin, shift dsb).
3.Standarisasikan history dari data (Who, When, Where, Why & How ? 4 W 1H)
4.Tata cara tampilan data. (Grafik, Check Sheet, One Sheet Report dsb..).
5.Sumber data. (Berbagai data untuk cross check).
Tipe dari Data :
Data dapat diklasifikasikan kedalam dua kategori :
1.Data Variabel : data dari nilai bersambung dari suatu pengukuran.
mis : panjang 10 cm, volume 10 meter kubik.
2.Data Atribut :
mis : OK / NG, terpasang tidak terpasang, jumlah yang cacat dari 100 sampel adalah 4.
Hal ini terkait juga dengan pelaksanaan konsep dasar Quality Control yaitu bertindak dan mengambil keputusan berdasarkan fakta dan data.
Hal- hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan & penyimpanan data :
1.Sasaran pengumpulan & penyimpanan data harus jelas. (Sebagai acuan untuk tindakan selanjutnya)
2.Stratifikasikan data sesuai kebutuhan dan untuk memudahkan pengumpulan & penyimpanan data. (Per mesin, shift dsb).
3.Standarisasikan history dari data (Who, When, Where, Why & How ? 4 W 1H)
4.Tata cara tampilan data. (Grafik, Check Sheet, One Sheet Report dsb..).
5.Sumber data. (Berbagai data untuk cross check).
Tipe dari Data :
Data dapat diklasifikasikan kedalam dua kategori :
1.Data Variabel : data dari nilai bersambung dari suatu pengukuran.
mis : panjang 10 cm, volume 10 meter kubik.
2.Data Atribut :
mis : OK / NG, terpasang tidak terpasang, jumlah yang cacat dari 100 sampel adalah 4.
CACAT &
FAKTOR PENYEBABNYA
Apa yang menyebabkan cacat ?
Ketika suatu produk melewati konveyor akhir proses assembling, dan terlihat final inspektor memisahkan produk yang cacat pada basket tertentu….
Hal ini terlihat umum di banyak pabrik, saat pertama kalinya….. terlihat seperti produk yang terbuang sia-sia. Tapi lama kelamaan menjadi proses rutin yang yang dianggap wajib ada.
Bagaimanakah cacat produk dibuat
pertama kali ?
Apa yang seharusnya dilakukan untuk
mengurangi tingkat kejadiannya ?
Banyak orang merasa bahwa cacat produk dikarenakan karena produk harus memenuhi standard mutu yang ketat, sehingga mempunyai banyak faktor penyebab cacat, dan produk cacat tidak bisa dihindari.
Bagaimanapun, tanpa memperhatikan tipe produk maupun metode produksi apa yng digunakan, penyebab cacat produk adalah berlaku umum, yaitu karena adanya variasi produk.
Apa yang terjadi apabila membuat produk dengan material yang pasti sama kualitasnya, mesinnya identik serta metode kerja dan inspektor yang pastinya juga sama, serta lingkungan yang dikondisikan sama ?
Tidak perduli berapa banyak produk yang dibuat, produk tersebut pasti semuanya identik selama kelima hal diatas dipenuhi yaitu (material, mesin, methode, manusia + lingkungan).
Berarti bahwa semua produk akan sesuai (OK) atapun semua produk akan tidak sesuai (NG).
Tapi kenyataannya adalah, tidaklah bisa
mengontrol kelima hal tersebut selalu terpenuhi identik. Sehingga muncullah variasi produk. Sehingga ada produk OK ada pula produk yang NG.
Variasi di material, kondisi mesin, methode kerja, inspektor yang beda, lingkungan yang selalu berubah kesemuanya akan menimbulkan variasi yang menyebabkan cacat.
Marilah kita perhatikan plate baja yang dibending. Seluruh baja terlihat sama ukuran tebalnya. Tetapi apabila diukur secara presisi, akan berbeda ketebalannya. Bahkan didalam plate yang sama pun akan berbeda ketebalannya.
Marilah lebih jauh melihat struktur kristalnya plate baja tersebut. Akan terlihat variasi bentuk susunan kristal yang tersusun dari besi, karbon dan element lainnya. Perbedaan ini secara alamiah mempengaruhi karakteristik kualitas. Bahkan ketika di press dengan methode yang samapun, maka plate akan terbending tidak akan persis seragam, beberapa diantaranya bahkan akan menimbulkan crack.
Kemudian, apabila melihat proses machining. Cutting tools akan kehilangan ketajamannya setelah memproses sekian banyak produk, juga kondisi dari minyak pelumas, yang berubah terhadap temperatur. Dimensi produk yang bervariasi sehubungan dengan setting dan positioning cutting tool. Meskipun terlihat bahwa operasional dibawah kondisi yang yang sama, tetap saja banyak perubahan atau variasi yang terjadi dan akan memberikan pengaruh ke kualitas produk.
Sebagi contoh lainnya, adalah proses perlakuan panas. Temperatur tungku senantiasa berubah seiring perubahan voltase ( tungku listrik), ataupun perubahan tekanan gas (tungku gas). Pada tungku lokasi dekat mulut, atap , lantai atau dinding, dan di pusat tungku, material akan mempunyai perbedaan kondisi perlakuan panas. Jumlah panas yang diterima dari satu material bervariasi sesuai dengan posisi relativ material tersebut terhadap yang lain, sehingga akan mempengaruhi karakteristik kualitas seperti kekerasan produk akhir.
Karakteristik fisik pekerja & keahlian juga mempengaruhi variasi dari kualitas produk.
Ada orang tinggi & pendek, cekatan dan tidak cekatan, orang yang berotot kuat dan lemah, tangan kanan maupun kidal.
Walaupun dikondisikan dengan methode kerja yang sama pun, tetapi tetap saja mereka adalah individu yang berbeda yang mempunya variasi karakteristik pribadi yang berbeda-beda pula.
Bahkan individu yang sama pun akan menyesuaikan terhadap bagaimana tingkat kondisi kelelahannya yang berbeda-beda di sepnjang hari, sehingga akan memungkinkan untuk bisa melakukan kesalahan-kesalahan pada saat-saat tertentu.
Dalam proses pemeriksaan, ada kemungkinan berbagai variasi akan muncul sehingga mempengaruhi kualitas produk.
Jika sebuah gauge dipakai dalam pemeriksaan, variasi data bisa disebabkan oleh ketidaksesuaian gauge dan juga oleh bagaimana gauge itu digunakan.
Dalam hal inspeksi sensory seperti visual, akan muncul variasi yang berkaitan kriteria inspektor yang berbeda. Variasi dalam pemeriksaan tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap variasi kualitas produk itu sendiri, tetapi hal tersebut terkait dengan proses pengambilan keputusan apakah produk tersebut cacat atau tidak.
Cacat produk disebabkan oleh variasi, jika variasi ini direduksi, cacat produk secara pasti akan berkurang juga
Diagnosa Proses :
Meskipun penyebab dari variasi kualitas adalah tak terhitung banyaknya, tidak setiap penyebab akan berpengaruh sama terhadap kualitas.
Beberapa diantaranya berpengaruh lebih besar dibanding yang lain. Ada juga hal yang secara theoritis berpengaruh penting terhadap kualitas ternyata hanya memberikan pengaruh yang sangat kecil dikarenakan adanya kontrol proses yang benar.
Dari berbagai faktor penyebab cacat produk dapat dikategorikan kedalam dua grup, yaitu pertama : sebagian kecil penyebab tetapi memberikan pengaruh yang besar (the vital few) dan kedua : beberapa penyebab yang hanya memberikan pengaruh kecil (the trivial many).
Hal ini dikenal sebagai Prinsip Pareto
Dengan mengetahui sumber-sumber variasi, serta memakai prinsip pareto, maka pengurangan cacat produk akan menjadi lebih mudah untuk ditangani.
Yang diperlukan pertamakali adalah menemukan penyebab dominan dari cacat tersebut, kemudian menghilangkannya penyebab ini setelah jelas teridentifikasi.
Di dalam setiap proses, akan ada sedemikian banyak penyebab cacat sehingga adalah tidak mungkin untuk mengontrolnya semua.
Ada perbedaan antara beberapa tersangka yang mungkin menyebabkan cacat dan yang secara aktual memang menyebabkan cacat.
Prosedur untuk menemukan penyebab cacat dari berbagai faktor dinamakan dengan diagnosa proses.
Untuk mengurangi jumlah cacat yang terjadi, langkah yang diperlukan pertama kali adalah membuat diagnosa yang benar untuk melihat penyebab sebenarnya dari cacat tersebut.
Jika diagnosa proses tidak dilakukan dengan benar, cacat produk tak akan bisa dikurangi.
Hal ini diumpamakan dengan memberikan sejumlah resep obat-obatan ke pasien yang sakit, dengan tanpa melakukan pemeriksaan yang menyeluruh.
Mungkin secara sementara, pasien akan merasa lebih baik, tapi kemudian akan menjadi lebih sakit dibandingkan kondisi sebelumnya & bahkan bisa berakibat fatal.
Bagaimana untuk membuat diagnosa yang benar ?
Ada beberapa methode yang dapat digunakan :
Beberapa memakai intuisi, yang tergantung dengan pengalaman. Beberapa lainnya memakai analisa statistik, atau dapat juga menggunakan penelitian percobaan. Methode intuitisi seringkali digunakan disebabkan karena hal ini dapat dilakukan dengan cepat……
Kenyataanya ada sesuatu diluar kemampuan orang-orang biasa dalam hal intuisi, sehingga keahliannya menjadi patut dihargai.
Sebagaimana seorang Grand Master Catur melakukan sebuah gerakan bidak merupakan hal yang luarbiasa bila dibandingkan dengan gerakan bidak yang dilakukan oleh ratusan pemain catur amatiran.
Dalam hal ini strategi & intuisi Grand Master Catur pastilah memegang peranan menentukan dalam mengalahkan lawan.
Bagaimanapun, kesulitannya dalam mengurangi cacat adalah tidak selalu jelasnya siapakah yang sebenarnya ahli dalam hal ini.
Dalam hal catur, saran dari seorang Grand Master Catur hampir dapat dipastikan dapat dipercaya, dan pemain yang lebih kuat akan terlihat dalam pertandingan serta juaranya adalah yang bisa bertahan, ulet sehingga memenangkan pertandingan catur tersebut.
Sedangkan dalam hal progress masalah yang terlalu cepat berubah, adalah sulit untuk menemukan ahli yang kompeten bisa menangani masalah progressive tersebut.
Sebagaimana masalah cacat yang seringkali ditemukan dalam proses produksi, sedangkan pengalaman tentang masalah cacat tersebut misalnya minim/kurang, maka yang diperlukan adalah pengamatan dari situasi nyata seobyektive mungkin.
Cara statistik dari pengamatan dan penggunaan methode statistik adalah paling efektif untuk hal ini.
Methode statistik memberikan cara yang efektif untuk pengembangan teknologi baru dan kontrol kualitas di proses manufaktur.
Beberapa perusahaan manufaktur terkemuka telah menerapkan usaha yang sungguh-sungguh untuk aktif menggunakan methode statistik dan beberapa diantaranya menghabiskan lebih dari 100 jam pertahun untuk pelatihan internal .
Ketika pengetahuan dari methode statistik menjadi bagian dari perangkat seorang Quality Engineer , faktanya seseorang yang mengetahui methode statistik tersebut tidaklah sertamerta mempunyai kemampuan untuk dapat mengaplikasikannya dengan benar.
Sehingga diperlukan keterusterangan untuk mengenali kesulitan-kesulitan yang ada, dan mencoba untuk mengaplikasikan minimal untuk satu kasus yang paling perlu (mis : kritikal part) daripada mengetahui banyak theori statistika tetapi tidak pernah diaplikasikan.
Akhirnya, kita perlu untuk menekankan bahwa adalah tidak hanya pengetahuan tentang statistik itu sendiri yang dianggap penting, tetapi perilaku mental untuk menggunakannya itu sendiri adalah justru yang lebih penting.
Ketika suatu produk melewati konveyor akhir proses assembling, dan terlihat final inspektor memisahkan produk yang cacat pada basket tertentu….
Hal ini terlihat umum di banyak pabrik, saat pertama kalinya….. terlihat seperti produk yang terbuang sia-sia. Tapi lama kelamaan menjadi proses rutin yang yang dianggap wajib ada.
Bagaimanakah cacat produk dibuat
pertama kali ?
Apa yang seharusnya dilakukan untuk
mengurangi tingkat kejadiannya ?
Banyak orang merasa bahwa cacat produk dikarenakan karena produk harus memenuhi standard mutu yang ketat, sehingga mempunyai banyak faktor penyebab cacat, dan produk cacat tidak bisa dihindari.
Bagaimanapun, tanpa memperhatikan tipe produk maupun metode produksi apa yng digunakan, penyebab cacat produk adalah berlaku umum, yaitu karena adanya variasi produk.
Apa yang terjadi apabila membuat produk dengan material yang pasti sama kualitasnya, mesinnya identik serta metode kerja dan inspektor yang pastinya juga sama, serta lingkungan yang dikondisikan sama ?
Tidak perduli berapa banyak produk yang dibuat, produk tersebut pasti semuanya identik selama kelima hal diatas dipenuhi yaitu (material, mesin, methode, manusia + lingkungan).
Berarti bahwa semua produk akan sesuai (OK) atapun semua produk akan tidak sesuai (NG).
Tapi kenyataannya adalah, tidaklah bisa
mengontrol kelima hal tersebut selalu terpenuhi identik. Sehingga muncullah variasi produk. Sehingga ada produk OK ada pula produk yang NG.
Variasi di material, kondisi mesin, methode kerja, inspektor yang beda, lingkungan yang selalu berubah kesemuanya akan menimbulkan variasi yang menyebabkan cacat.
Marilah kita perhatikan plate baja yang dibending. Seluruh baja terlihat sama ukuran tebalnya. Tetapi apabila diukur secara presisi, akan berbeda ketebalannya. Bahkan didalam plate yang sama pun akan berbeda ketebalannya.
Marilah lebih jauh melihat struktur kristalnya plate baja tersebut. Akan terlihat variasi bentuk susunan kristal yang tersusun dari besi, karbon dan element lainnya. Perbedaan ini secara alamiah mempengaruhi karakteristik kualitas. Bahkan ketika di press dengan methode yang samapun, maka plate akan terbending tidak akan persis seragam, beberapa diantaranya bahkan akan menimbulkan crack.
Kemudian, apabila melihat proses machining. Cutting tools akan kehilangan ketajamannya setelah memproses sekian banyak produk, juga kondisi dari minyak pelumas, yang berubah terhadap temperatur. Dimensi produk yang bervariasi sehubungan dengan setting dan positioning cutting tool. Meskipun terlihat bahwa operasional dibawah kondisi yang yang sama, tetap saja banyak perubahan atau variasi yang terjadi dan akan memberikan pengaruh ke kualitas produk.
Sebagi contoh lainnya, adalah proses perlakuan panas. Temperatur tungku senantiasa berubah seiring perubahan voltase ( tungku listrik), ataupun perubahan tekanan gas (tungku gas). Pada tungku lokasi dekat mulut, atap , lantai atau dinding, dan di pusat tungku, material akan mempunyai perbedaan kondisi perlakuan panas. Jumlah panas yang diterima dari satu material bervariasi sesuai dengan posisi relativ material tersebut terhadap yang lain, sehingga akan mempengaruhi karakteristik kualitas seperti kekerasan produk akhir.
Karakteristik fisik pekerja & keahlian juga mempengaruhi variasi dari kualitas produk.
Ada orang tinggi & pendek, cekatan dan tidak cekatan, orang yang berotot kuat dan lemah, tangan kanan maupun kidal.
Walaupun dikondisikan dengan methode kerja yang sama pun, tetapi tetap saja mereka adalah individu yang berbeda yang mempunya variasi karakteristik pribadi yang berbeda-beda pula.
Bahkan individu yang sama pun akan menyesuaikan terhadap bagaimana tingkat kondisi kelelahannya yang berbeda-beda di sepnjang hari, sehingga akan memungkinkan untuk bisa melakukan kesalahan-kesalahan pada saat-saat tertentu.
Dalam proses pemeriksaan, ada kemungkinan berbagai variasi akan muncul sehingga mempengaruhi kualitas produk.
Jika sebuah gauge dipakai dalam pemeriksaan, variasi data bisa disebabkan oleh ketidaksesuaian gauge dan juga oleh bagaimana gauge itu digunakan.
Dalam hal inspeksi sensory seperti visual, akan muncul variasi yang berkaitan kriteria inspektor yang berbeda. Variasi dalam pemeriksaan tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap variasi kualitas produk itu sendiri, tetapi hal tersebut terkait dengan proses pengambilan keputusan apakah produk tersebut cacat atau tidak.
Cacat produk disebabkan oleh variasi, jika variasi ini direduksi, cacat produk secara pasti akan berkurang juga
Diagnosa Proses :
Meskipun penyebab dari variasi kualitas adalah tak terhitung banyaknya, tidak setiap penyebab akan berpengaruh sama terhadap kualitas.
Beberapa diantaranya berpengaruh lebih besar dibanding yang lain. Ada juga hal yang secara theoritis berpengaruh penting terhadap kualitas ternyata hanya memberikan pengaruh yang sangat kecil dikarenakan adanya kontrol proses yang benar.
Dari berbagai faktor penyebab cacat produk dapat dikategorikan kedalam dua grup, yaitu pertama : sebagian kecil penyebab tetapi memberikan pengaruh yang besar (the vital few) dan kedua : beberapa penyebab yang hanya memberikan pengaruh kecil (the trivial many).
Hal ini dikenal sebagai Prinsip Pareto
Dengan mengetahui sumber-sumber variasi, serta memakai prinsip pareto, maka pengurangan cacat produk akan menjadi lebih mudah untuk ditangani.
Yang diperlukan pertamakali adalah menemukan penyebab dominan dari cacat tersebut, kemudian menghilangkannya penyebab ini setelah jelas teridentifikasi.
Di dalam setiap proses, akan ada sedemikian banyak penyebab cacat sehingga adalah tidak mungkin untuk mengontrolnya semua.
Ada perbedaan antara beberapa tersangka yang mungkin menyebabkan cacat dan yang secara aktual memang menyebabkan cacat.
Prosedur untuk menemukan penyebab cacat dari berbagai faktor dinamakan dengan diagnosa proses.
Untuk mengurangi jumlah cacat yang terjadi, langkah yang diperlukan pertama kali adalah membuat diagnosa yang benar untuk melihat penyebab sebenarnya dari cacat tersebut.
Jika diagnosa proses tidak dilakukan dengan benar, cacat produk tak akan bisa dikurangi.
Hal ini diumpamakan dengan memberikan sejumlah resep obat-obatan ke pasien yang sakit, dengan tanpa melakukan pemeriksaan yang menyeluruh.
Mungkin secara sementara, pasien akan merasa lebih baik, tapi kemudian akan menjadi lebih sakit dibandingkan kondisi sebelumnya & bahkan bisa berakibat fatal.
Bagaimana untuk membuat diagnosa yang benar ?
Ada beberapa methode yang dapat digunakan :
Beberapa memakai intuisi, yang tergantung dengan pengalaman. Beberapa lainnya memakai analisa statistik, atau dapat juga menggunakan penelitian percobaan. Methode intuitisi seringkali digunakan disebabkan karena hal ini dapat dilakukan dengan cepat……
Kenyataanya ada sesuatu diluar kemampuan orang-orang biasa dalam hal intuisi, sehingga keahliannya menjadi patut dihargai.
Sebagaimana seorang Grand Master Catur melakukan sebuah gerakan bidak merupakan hal yang luarbiasa bila dibandingkan dengan gerakan bidak yang dilakukan oleh ratusan pemain catur amatiran.
Dalam hal ini strategi & intuisi Grand Master Catur pastilah memegang peranan menentukan dalam mengalahkan lawan.
Bagaimanapun, kesulitannya dalam mengurangi cacat adalah tidak selalu jelasnya siapakah yang sebenarnya ahli dalam hal ini.
Dalam hal catur, saran dari seorang Grand Master Catur hampir dapat dipastikan dapat dipercaya, dan pemain yang lebih kuat akan terlihat dalam pertandingan serta juaranya adalah yang bisa bertahan, ulet sehingga memenangkan pertandingan catur tersebut.
Sedangkan dalam hal progress masalah yang terlalu cepat berubah, adalah sulit untuk menemukan ahli yang kompeten bisa menangani masalah progressive tersebut.
Sebagaimana masalah cacat yang seringkali ditemukan dalam proses produksi, sedangkan pengalaman tentang masalah cacat tersebut misalnya minim/kurang, maka yang diperlukan adalah pengamatan dari situasi nyata seobyektive mungkin.
Cara statistik dari pengamatan dan penggunaan methode statistik adalah paling efektif untuk hal ini.
Methode statistik memberikan cara yang efektif untuk pengembangan teknologi baru dan kontrol kualitas di proses manufaktur.
Beberapa perusahaan manufaktur terkemuka telah menerapkan usaha yang sungguh-sungguh untuk aktif menggunakan methode statistik dan beberapa diantaranya menghabiskan lebih dari 100 jam pertahun untuk pelatihan internal .
Ketika pengetahuan dari methode statistik menjadi bagian dari perangkat seorang Quality Engineer , faktanya seseorang yang mengetahui methode statistik tersebut tidaklah sertamerta mempunyai kemampuan untuk dapat mengaplikasikannya dengan benar.
Sehingga diperlukan keterusterangan untuk mengenali kesulitan-kesulitan yang ada, dan mencoba untuk mengaplikasikan minimal untuk satu kasus yang paling perlu (mis : kritikal part) daripada mengetahui banyak theori statistika tetapi tidak pernah diaplikasikan.
Akhirnya, kita perlu untuk menekankan bahwa adalah tidak hanya pengetahuan tentang statistik itu sendiri yang dianggap penting, tetapi perilaku mental untuk menggunakannya itu sendiri adalah justru yang lebih penting.
Definisi Kualitas : suatu
penyesuaian akan keperluan dan kondisi pelanggan atau secara umum diartikan
persepsi konsumen terhadap produk atau jasa, sejauh mana produk atau jasa tersebut
memenuhi keinginannya.
Jika konsumen menganggap bahwa mobil yang berkualitas adalah mobil yang irit bahan bakar, maka mobil buatan Eropa yang boros bahan bakar akan dianggap kurang berkualitas dibanding mobil Jepang.
Namun jika konsumen menganggap bahwa mobil yang berkulitas adalah yang nyaman dikendarai serta ber- prestise, maka mobil Ferrari, BMW dan Mercy lah yang berkualitas.
Pelanggan mengharapkan konsep, kapasitas, fungsi, unjuk kerja yang handal, tak pernah gagal, dapat di repair bila bermasalah dan berimbang dengan biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan.
Jika konsumen menganggap bahwa mobil yang berkualitas adalah mobil yang irit bahan bakar, maka mobil buatan Eropa yang boros bahan bakar akan dianggap kurang berkualitas dibanding mobil Jepang.
Namun jika konsumen menganggap bahwa mobil yang berkulitas adalah yang nyaman dikendarai serta ber- prestise, maka mobil Ferrari, BMW dan Mercy lah yang berkualitas.
Pelanggan mengharapkan konsep, kapasitas, fungsi, unjuk kerja yang handal, tak pernah gagal, dapat di repair bila bermasalah dan berimbang dengan biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan.
No comments:
Post a Comment